Follow Me @fergiana.s

Saturday, August 26, 2017

Cerpen - Catatan Orang yang Telah Pergi: Raisa


Suatu saat ketika aku berumur lima tahun seorang perempuan hadir di keluarga kami. Aku masih ingat persis hari itu dimana aku naik pangkat menjadi seorang 'kakak' dari perempuan yang nyaris seumuran denganku. Meski aku lebih tua 5 bulan dari nya tubuhku terbilang pendek dari 'adikku' ini. Selain tinggi badan kurasa kami juga tidak terlalu mirip, aku memiliki mata kecil dan berkulit putih bersih sedangkan Raisa memiliki mata besar dan kulit hitam manis. Di lehernya ada sebuah terkalun sebuah liontin oval dengan ukiran salib. Jika orang-orang melihatnya dengan aku pastilah mereka berkata aku pesek dan dia mancung.

Ketika kami baru saja duduk di bangku SD Raisa tidak pernah terlihat berteman dengan orang lain selain aku. Bila ia berpapasan dengan anak lain maka ia akan segera melengos ataupun berlari kearah yang berlawanan, bila guru memasangkan anak-anak sekelas untuk memainkan drama maka Raisa akan berpura-pura sakit perut jika kelompoknya tidak ada aku, bila saja aku telat bangun untuk bersiap-siap sekolah, maka Raisa akan mengetok-ngetok pintu kamarku menyuruh aku bangun karena jika aku sakit maka ia akan ikut-ikutan. Jujur saja aku merasa senang karena aku sangat diandalkan oleh adikku ini. Raisa dan aku paling semangat bermain gundu bersama, biasanya setelah makan malam selesai mengerjakan PR, kami akan bermain di ruang tamu kami sambil sesekali berteriak kegirangan. Keseharian kami benar-benar seru sekali. Tidak hanya diisi dengan gundu, kami kadang-kadang membangun rumah dari bantal-bantal sofa yang kemudian akan ditegur ibu. Sungguh masa itu sangatlah menyenangkan!

Dan hari itu datang ketika sekolah kami mengadakan jalan santai didaerah sekitarnya, bisa kalian tebak bahwa aku dan Raisa jalan berdampingan selama jalan santai tersebut. Kami berada dideretan paling belakang sebab pemandangan dapat kami nikmati tanpa harus adanya orang dibelakang kami berteriak kesal (aku dan Raisa jalannya memang lambat sekali). Ditengah perjalanan Raisa tiba-tiba bertanya suatu hal yang tidak dapat kumengerti. Apakah ia benar-benar adikku? Sebab yang ia dengar dari acara televisi bahwa setiap anak pastinya memiliki foto ketika baru dilahirkan, sedangkan Raisa hanya memiliki dua pucuk foto yang mengkilap dimana hari pertama ia hadir dirumah kami dan foto kedua diambil ketika kami berdua masuk sekolah SD.

Aku tidak begitu mengerti apa pentingnya foto-foto itu, maksudku aku sangat menikmati hari demi hari lewat tanpa berfikiran ‘serius’ sepertinya (setidakmya ini adalah pikiran yang dilur jangkauan anak-anak). Raisa memang tipe serius. Jika ada PR yang baru saja diberi hari itu maka malamnya ia akan segera memaksaku untuk mengerjakannya bersama sebelum permainan gundu dimulai. Ah kembali ke pertanyaan konyolnya. Sudah pastinya ia adalah adikku meski umur kami beda 5 bulan dan rupa kami tidak ada kesamaan sedikit pun. Memangnya ada yang salah dengan itu? Aku menganggap bahwa ia adalah sosok adikku, teman baikku dan keluargaku. Karena jawaban aku tidak memuaskannya maka saat kami pulang kami berbondong-bondong menanyakan ibu foto-foto ketika Raisa masih dalam wujud bayi.

Ibuku tersenyum hangat kemudian mengelus kepala dan memeluk kami dengan erat. Ia kemudian mengeluarkan satu kotak berwarna merah jambu yang tampaknya amat terawat. Dari situlah tumpukan foto-foto dengan gaya berbeda namun paras yang tetap sama. Seorang bayi bermata besar dan lesung pipi yang dalam hanya berada disisi kiri. Itu adalah kumpulan foto-foto Raisa yang memang tidak banyak tetapi setiap foto menjelaskan secara detail seperti 'Hari pertama ia bisa memegang botol susu sendiri'. Baru pertama kali aku melihat Raisa tersenyum begitu lebar, matanya berkilat-kilat kemudian melambai-lambaikan foto-foto tersebut kearah wajahku. Apa yang kukatakan tadi? Kami memang saudara!

Hari-hari berlanjut seperti biasa dan seperti kilatan petir lewat kami memasuki umur remaja dan menduduki bangku SMA. Masa itu adalah masa tersulit di hidupku, kami berdua resmi menjadi yatim piatu sebab suatu malam orangtua kami terbunuh tanpa adanya jejak pelaku. Semenjak itu aku menjadi teramat murung dan suka menyendiri. Berbeda dengan Raisa ia selalu menyemangatiku mengatakan bahwa segalanya akan baik-baik saja sebab kami memiliki satu sama lain sekarang meski paman dan tante mengurus kami mereka tidak berbuat jauh selain memberi uang jajan dan tiap hari minggu akan mengecek keadaan kami.

“Apa yang kau lakukan!” Teriak aku di suatu sore sebab kelakuan Raisa semakin menjadi. Dia mengenakan pakaian favorit ibu. Warna merah terang itu mengingatkan aku akan ibu yang selalu mengenakannya, Raisa menatapku heran dan malah berkata bahwa sayang sekali sekarang tidak akan ada orang yang akan memakainya. Aku kesal sekali karena bagaimana bisa Raisa bisa bersikap begitu tenang seakan-akan hanya aku sendiri yang berkabung.

Aku menyuruhnya mengganti baju lain sebab tidak suka. Ia berjalan meninggalkanku kemudian bergumam kecil. Malamnya aku sedang memainkan gitarku di ruang tamu, Raisa menghampiri aku dan duduk disamping aku, sekali lagi ia melontarkan pertanyaan yang sama untuk ketiga kali. Sekali saat kami masih kecil, kedua kali adalah malam sebelum ayah ibu dibunuh, dan sekarang ini.

‘Apakah dia adikku?’ tanyanya. Omong kosong sekali pertanyaan itu. Aku bertanya kenapa dia bisa bertanya seperti itu, bukannya sudah ada bukti foto-foto saat ia masih kecil? Raisa meninggikan suaranya kemudian bertanya pertanyaan yang sama lagi. Aku menghentikan permainanku kemudian menatapnya serius dan menjawab dia adalah adikku. Ia menghembus nafas kesal kemudian bergumam sesuatu. Aku pamit ingin tidur terlebih dahulu kemudian melangkahkan kakiku lebar-lebar. Yah semoga saja jawabanku tadi dapat sedikit menghiburnya.

Malam itu aku mendengar langkah kaki yang teramat pelan dikamarku. Aku berpaling dan mendapati Raisa tengah mengendap-ngendap kearahku. Aku kaget karena lagi-lagi ia mengenakan baju merah milik ibuku. Aku berteriak kesal kali ini, sangat kesal.

“Pergi!” Teriakku kemudian mata besar itu terlihat sendu. Ia bertanya-tanya mengapa begitu padahal ia adalah adikku.

“Kau suka sekali menghibur dirimu sendiri! Padahal kau paling tau dan bahkan sudah sadar saat kita masih SD dulu. Orang asing yang tak tau terima kasih”

Mata Raisa berkilat-kilat, ia menunduk dan bergumam sesuatu yang tidak dapat kudengar jelas. Aku tersadar akan apa yang baru saja ku ucapkan. Sebelum aku bisa meminta maaf ia melihat tajam kearahku, dan bergumam kecil. Emosi ku sudah mereda karena kaget atas apa yang kuucapkan tadi.

“Kalian semua sama saja”, katanya kemudian berlalu. Aku ingin sekali berteriak meminta maaf tapi sebelum semuanya terjadi Raisa sudah terlanjur hilang dibalik pintu kamarku. Besok aku harus meminta maaf


Malam itu aku tidur berselimutkan syal tipis, udara malam hari itu berhawa panas sekali. Aneh sekali meskipun musim panas aku tidak pernah merasakan hawa seperti ini, saking panasnya bahkan dalam tidurku pun aku merasa leher dan dahiku berkeringatan. Belum lagi adanya wewangian-wewangian menyengat menyerbak disekitarku. Aku membuka mataku karena tidurku sangat tidak pulas, dan merah bercampur abu-abu berserta percikan-percikan merah seperti warna baju favorit ibu adalah yang pertama dan terakhir kali kulihat setelah hari itu.

-o0o-

Halo-halo semuanya! Untungnya hari ini gua bisa post ya meski udah agak malem hehe. Nah sesuai janji gua di post sebelum-sebelumnya, bakal ada cerita pendek di blog gua ini. Gua lagi belajar nih gaya penulisan baru, semoga saja kalian ngerti yah sama cerita diatas (maklum masih amatir)

Kalau boleh tolong beri jawaban dari pertanyaan berikut :

1. Apa yang terjadi kepada tokoh 'Aku' pada akhir cerita?
2. Apakah ending tersebut dapat kalian duga?
3. Menurut kalian sifat tokoh Raisa dan Aku itu bagaimana?

Jangan lupa react, comment dan share ya! Thanks juga buat yang udah baca sampai disini. See you guys on the next post, CIAO!

7 comments:

  1. 1 dibunuh?
    2 ga diduga sih, tapi sedikit aneh
    3 keduanya lumayan mengganggu sih

    lumayan menarik sih

    ReplyDelete
  2. 1. Tokoh 'Aku' terkurung di dalam rumahnya yg d bakar.
    2. Dpt diduga kalau tokoh 'Aku' pasti akan dibunuh tapi tdk dpt diduga kalau hny d kurung d dlm rmh yg terbakar.
    3. Tokoh 'Aku' = tdk peka dan tdk peduli terhadap perubahan sikap Org lain. Tokoh Raisa = psychopath(?), tdk dpt d deskripsi dgn kata lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hoo.. Ternyata tersampaikan juga maksud aku. Thanks udah mikir untuk tulisan ini hehe

      Delete
  3. 1. Tokoh "Aku" mati dalam kebakaran.
    2. Iya, kita dapat menduga dari sifat tokoh "Raisa".
    3. Sifat "Aku" ; Cuek, dan Tidak peka
    Sifat "Raisa" ; Bingung, dan Gangguan kejiwaan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hoo... Yang pingin aku gambarkan itu sebenarnya gangguan jiwa Raisa, untung tersampaikan hehe. Thanks yak udah mikir untuk cerpen ini :)

      Delete