Follow Me @fergiana.s

Saturday, June 26, 2021

Resensi Novel: The Grand Sophy

June 26, 2021 0 Comments

Mari bicara mengenai fisik buku ini terlebih dahulu. Yang aku miliki adalah cetakan pertama (November 2017) dengan soft cover dan cetakan timbul di bagian judul. Untuk desain cover dirancang oleh Fahmi Ilmansyah. Aku beli novel ini seharga Rp 69.300 lewat online shop. Yah semenjak pandemi dan masuk dunia kerja aku memang sudah lama sekali tidak berkunjung ke toko buku, soal desain aku bisa memberikan bintang 3.2, biasa saja, tidak terlalu menarik ataupun buruk. Tone warnanya menurut aku kurang mencolok tapi menurutku ilustrasi di dalam siluet ini bagus, soal desain lebih ke preference lah ya, aku lebih suka cover simple. Buku ini memiliki total 560 halaman, diterbitkan oleh Penerbit Noura (PT. Mizan Publika), yah lumayan tebal dan dari segi cetak maupun jilid semuanya rapi.


Apakah aku akan tertarik untuk mengambil buku ini dari rak toko? Iya, akan aku ambil tapi hanya untuk melihat sekilas, urusan beli mungkin sebagai pilihan ke-3/4 kalau tidak ada buku lain yang lebih menarik. Tapi kebetulan aku suka sama buku Jane Austen dan The Grand Sophy ini sering dibandingkan dengan salah satu karyanya (Emma, salah satu favorit aku!), jadi itulah alasan aku membeli buku ini.


Pembahasan


Sir Horace Lance adalah seorang duda dengan seorang anak perempuan, dia tidak suka basa-basi dan blak-blakan. Horace sibuk dan selalu bepergian, kali ini ia memiliki misi diplomatik ke Brazil sehingga menyuruh Adik perempuannya, Lady Ombersley untuk menjaga Sophia Stanton Lacy, keponakannya.


Sophia atau dipanggil Sophy sudah menginjak umur 20 tahun, yang mana pada masanya sudah diharuskan untuk menikah. Hal ini juga sudah dijanjikan kepada sir Horace, bahwa Lady Ombersley akan membantu mencarikan pasangan yang sepadan. Kedatangan Sophy sangat heboh, dia adalah perempuan eksentrik yang pintar dan berani, pertemuan pertama dengan sepupunya berlangsung akrab, memberikan hadiah unik, seekor monyet yang diberi nama Jacko. Keluarga Ombersley bisa dikatakan sedang sangat kacau, ayah yang memiliki utang banyak hasil dari berjudi, anak perempuan yang tidak ingin menikah dari rasa sepihak, sampai ke anak laki-laki lainnya yang memiliki masalah dengan lintah darat. Dibalik semua bencana, Charles Rivenhall, sulung dari 7 bersaudara mengambil alih kekuasaan dan berusaha menyelesaikan kekacauan ini, pekerjaan yang berat untuk seorang pria yang baru berusia 26 tahun. Dia menjadi kasar, kaku dan tidak memiliki selera humor. Adik-adiknya semua takut sekaligus menyayanginya. Ia bertunangan dengan Miss Eugenia Wraxton, anak dari seorang Viscount, tidak ada rasa cinta hanya rasa hormat, sedangkan pihak Miss Wraxton sendiri alasannya adalah: lebih baik daripada menjadi perawan tua. Miss Wraxton adalah karakter yang suka mencampuri urusan orang lain dan mengatur dengan segala kekakuannya. Keduanya jarang sependapat dan biasanya akan diabaikan demi menjaga kehormatan.


Kedatangan Sophy yang langsung mengetahui situasi keluarga membuatnya merencanakan siasat-siasat licik. Dia pintar menilai karakter seseorang, ditambah dengan keberanian dan tidak tahu malu, akhirnya ‘memperbaiki’ hampir segala kekacauan dari keluarga Ombersley dengan cara-cara tidak biasa yang terkesan jahil.


Tokoh


Bicara soal tokoh, favoritku tentunya adalah Sophy. Dia memiliki selera humor bagus dengan pembawaan santai. Dia sangat peduli dengan keluarganya, terlebihnya kalau ada suatu masalah, meskipun solusinya ada alternatif bagus secara rasional, dia tidak akan mengambilnya jika melukai perasaan orang, malah berhasil memberikan solusi yang dapat menyenangkan semua pihak. Cerdas? Sangat! Mengerikan sekali sebab apapun yang dia rencanakan selalu berhasil. Dia karakter yang sangat mudah untuk disukai.


Sir Horace Lance, ayah Sophy. Tidak begitu banyak muncul tapi aku sengaja memasukkannya ke daftar ini karena aku tidak menyukai pria ini. Aku tidak bisa paham dengan jalan pikirannya walaupun aku yakin dia sangat menyayangi Sophy. Sir Horace terlalu tidak peduli dengan hal-hal yang seharusnya membuatnya sedikit khawatir! 


Cecilia Rivenhall, karakter yang mudah terpengaruh dan labil. Usianya 18 tahun dan seorang bangsawan sudah secara resmi meminangnya lewat ayahnya, naas sang pria malah jatuh sakit dan mengundurkan waktu pernikahan. Pada waktu tersebut Cecilia bertemu dengan seorang pujangga yang dengan segala kata-kata indah berhasil membuat Cecilia tergila-gila.


Charles Rivehall, memiliki watak kasar dan pemarah. Dia laki-laki yang bertanggung jawab dan sebenarnya adalah penyayang. Beban keluarga yang ditanggung menjadikannya tirani. Walau begitu segala kekurangannya membuat aku semakin menyukai pria ini, pada akhirnya aku senang karena Charles akhirnya melakukan suatu hal berdasarkan hati daripada logika, pengembangan karakter yang memuaskan.


Miss Wraxton, tunangan Charles yang tidak pernah menyenangkan siapapun dengan kehadirannya. Terlalu kaku dan suka mengatur. Sangat sombong dengan menganggap siapapun memerlukan bantuannya.


Kelebihan

  • Penulisan karakter dari percakapan sampai tindakan sangat hebat hingga pembaca dapat menangkap maksud dari penulis.
  • Bisa dikatakan buku yang tebal tapi berhasil aku tamatkan dalam satu hari, buku ini menarik, lucu dan menyenangkan, sama sekali tidak berniat untuk break, selalu dibuat penasaran.
  • Gaya bahasa mudah dipahami.

Kekurangan

  •  Karakter Sophy dari awal hingga akhir tidak berubah, entahlah apa yang harus diubah sebenarnya, tapi karena terlalu ‘sempurna’ jadi tidak ada apa-apa yang dapat dipelajari.
  • Endingnya! Terkesan terburu-buru dan campur aduk, aku sampai harus membaca tiga kali agar dapat menerimanya hahaha.

-o0o-


Akhir kata untuk novel The Grand Sophy ini adalah sebuah bacaan yang asyik, seru-lucu semuanya dapat. Kuberi rating 3.8. Buat penggemar Jane Austen boleh masukkan ke list nya, ini ringan untuk dibaca dan tidak akan terasa ‘tebal banget ih.’

Semoga resensi ini dapat membantu dan menghibur kalian~

Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~



(P.S: Update jika sedang senggang, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)

 


Friday, March 12, 2021

Mengenang Lembaran Lama

March 12, 2021 0 Comments

 



Kali ini aku akan bercerita tentang masa kecilku. Mengenai waktu tepat, aku tidak terlalu mengingatnya, yang pasti hari itu cuaca tidak begitu buruk, matahari masih sama, setia menyinari gedung-gedung tinggi di sekitar. Kami baru selesai jalan-jalan dan hendak pulang beristirahat. Aku jalan paling depan, menaiki anak tangga satu persatu, kukira aku masih mengingat tepat tempat kami bermalam sebelumnya. Tiga kali tikungan, pintu yang berbeda. Loh? Aku menghadap belakang, tidak ada siapa-siapa di sana, tidak ada suara mama, tante ataupun pamanku terdengar, hanya suara tapak kaki ku sendiri di lorong sunyi itu. Selang beberapa menit, aku mencium aroma air yang pekat, pandanganku buram dan tenggorkanku tercekat. Keadaan tersebut tampaknya menganggu tetangga, seorang anak laki-laki yang lebih kecil dariku menatapku bingung, lewat sela-sela pintu, disusuli dengan seseorang yang lebih berumur, sepertinya papanya. Mereka sepertinya berbicara sesuatu yang tidak dapat kudengar (kurasa aku lebih fokus dengan suara tangisku).

Dari belakang aku merasakan sebuah hawa panas, sosok yang tinggi dan besar. Buru-buru ia minta maaf dan kemudian menggenggam tanganku berjalan entah kemana. Pikiranku kosong, berusaha mengatur nafas dan mengeringkan pipiku dengan satu tangan. Yang terdengar hanya detak jantungku sendiri, yang terlihat hanya pemandangan sendal gunung yang buram.

“Aku menemukannya menangis di lantai atas.”

“Kok bisa?”

Tenggorokanku kembali tercekat, tanteku kemudian menggendongku ke samping jendela, melihat kereta yang melaju di sana. Angin yang berhembus perlahan membuat nafasku lebih stabil.

-

“Saat kehilangan kita akan membuka lembar lama,

Menelusuri jalan-jalan takdir yang tak terhindar.”

11/03/2021

 

Waktu itu aku berumur 4 tahun, sedang jalan-jalan ke Singapura, kurasa aku memang ketakutan setengah mati sampai-sampai mengingat detail yang menurutku mengerikan. Yang menemukanku adalah pamanku yang baik, aku tidak sempat mengucapkan terima kasih, kurasa sejak kecil aku memang jarang bicara, sama halnya dengan beliau. Ternyata pengalaman yang mengerikan itu bisa menghangatkan dada sekarang, hari ini lewat doa dan tulisan aku ucapkan, “Kamsia tio.” Terima kasih atas segala jasa dan kenangan manis ini.


Mengenang 洪进国, Bapak, Mertua, Paman & Kakek kami yang Tercinta
Kamis, 11 Maret 2021.


-o0o-

Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Untuk info postingan terbaru, bisa cek di story Instagram ku @fergiana.jpg)

Saturday, December 12, 2020

Catatan Akhir 2020

December 12, 2020 1 Comments

Kalau semua sudah selesai, apa lagi? Kalian tahu, kalau-kalau akhir tahun membuatku menjadi sentimental. Usiaku sekarang masih muda, memasuki 22 tahun depan, mungkinkah anak-anak sekolah sekarang mendengus dan tertawa kecil ketika aku mengatakan aku masih muda? “Yeah, masih muda kami yang belasan.” Baiklah, jika dibandingkan seperti itu memang benar, lagipula kalau mau membanding-bandingkan, toh tidak ada habisnya. Ngomong-ngomong aku tidak mau menghabiskan satu paragraf dengan omong kosong. Saat ini aku sedang menganggumi orang tuaku, perjalanan yang sudah mereka lalui, pertemuan-pertemuan, rencana-rencana, keberhasilan dan kegagalan. Apa aku suatu hari nanti bisa menjadi seperti mereka? Semoga saja. Aku yang baru mulai saja sudah mengeluh ini itu. Kadang-kadang ketika aku sadar, aku akan menampar diri sendiri (dalam pikiran tentu saja) supaya aku berhenti dan mengatakan semuanya akan berjalan dengan lancar, aku bisa, aku akan melalui ini. Hahaha, kalau itu berhasil aku tidak akan selalu kembali di titik yang sama bukan? Dengan menuliskan ini saja aku berpikir, “Ah, lagi-lagi aku melakukannya. Tapi rasanya beda, karena aku suka dengan suara ketikan-ketikan yang dihasilkan, aku suka melihat tulisan-tuliasn panjang yang di hadapanku. Sudah lama sekali aku tidak menulis, ini rasanya tidak terlalu buruk. Meskipun aku harusnya mengerjakan list-list yang tidak akan berkurang ini.” See? Aku melakukannya lagi.

Aku rasa aku hanya capek dan kewalahan tidak bisa menikmati rasa capek ini. Aku sudah ketinggalan, dan nanti pasti bisa kukejar, nah, setelah sudah terkejar, apa lagi? Suatu malam aku bingung dengan apa yang saat ini menjadi tujuanku, setelah selesai, apa lagi? Atau mungkin sebenarnya aku masih belum tahu dengan tujuan akhirku? Aku tidak ingin berjalan tanpa arah ataupun rencana, aku ingin semuanya sesuai dengan apa yang kurencanakan, setidaknya sedikit persiapan, aku tidak mau hasil spontan, bagaimana cara untuk menjadikan sesuatu sebagai tujuan akhirmu? Aku penasaran dan ingin segera melakukannya, aku tidak suka ‘berhutang’ ya, aku menyebut pekerjaanku seperti itu, karena ada waktu tenggatnya hahaha. Selalu ingin mengerjakannya tepat waktu atau lebih baik sebelum waktunya, karena dengan begitu aku akan merasa lega, ah, jadwalku kosong. Nyatanya aku akan bosan dan berusaha mencari kesibukan baru, begitulah, setelah selesai, apa lagi?

Kurasa aku terlalu jahat pada diri sendiri, tapi kalau aku berpikir seperti itu, bukannya itu hanya sebuah alasan belaka? Supaya aku bisa sedikit bermalas-malasan dan melakukan hal-hal yang bukan menjadi prioritas, biasanya jika itu terjadi, aku harus mati-matian mengejar lagi sebelum waktunya. Tidak terlalu buruk, tapi aku juga kurang suka kalau hal itu terjadi. Melelahkan.

Aku selalu berpikir kalau setelah tujuanku tercapai aku akan senang, nyatanya aku tidak selalu senang, ketika orang lain memujiku, aku merasa belum cukup. Rasanya lebih termotivasi ketika orang lain menganggap remeh, aku terpacu untuk lebih maju lagi, bukankah itu tidak sehat? Aku tidak tau cara mengubahnya, kalau saja ada tombol hapus atau edit sudah pasti aku klik. Atau jangan-jangan aku hanya tidak ingin mengakui kalau aku sudah bekerja keras, karena pujian-pujian biasanya membuatku nangis. Itu juga tidak baik, aku tidak suka perasaan tenggorokan tercekat.

Liburan natal sebentar lagi tiba, tahun ini tidak begitu buruk, banyak petualangan yang menarik. Aku masih belum tau bagaimana cara mencari dan mengetahui tujuan akhir, apakah memang sulit? Jika iya, selamat buat kalian yang sudah menemukannya, dan semangat buat kalian yang belum. Menulis sepertinya membangkitkan mood, atau mungkin efek susu coklat yang baru kuminum, kurasa aku memang senang menulis. Terima kasih sudah membaca keluhanku, aku balik kerja dulu ya.

-o0o-

Saturday, July 25, 2020

One Small Step - My Childhood Journey

July 25, 2020 1 Comments

Dulu waktu aku duduk di bangku SD aku sempat mengikuti kegiatan di luar sekolah beberapa kali. Kegiatan ini seperti sekolah minggu yang ada di gereja, tapi yang kuikuti adalah sekolah minggu untuk agama Buddha. Kegiatan ini diadakan di sebuah mall kecil di kota ku, lokasinya ada di lantai 3 di gedung tersebut. Hari minggu sekitar pukul 10 sekolah minggu ini dimulai (kusebut sekolah minggu karena tidak terpikir kata yang tepat untuk menggambarkan kegiatan tersebut). Teman sekelasku sudah mengikuti kegiatan ini beberapa kali, dan dia mengajakku pergi kebaktian (oh kini aku ingat, kami menyebutnya kebaktian!), jujur saja sejak kecil aku sudah sangat tidak menyukai keramaian, tapi aku mengiyakan ajakan temanku itu karena guru agama mengharuskan kami untuk pergi dan ada buku absen yang harus diisi. Demi nilai, mau tidak mau aku berangkat.

            Hari itu aku membawa tas salempang ku yang berwarna pink dengan pocket kecil berbentuk setengah lingkaran di depannya yang berwarna putih. Teman ku berjanji akan menungguku di lantai 2 dan kami akan berjalan naik bersama karena aku tidak tahu lokasi dari tempat kebaktian ini. Aku sampai di lokasi tempat kami janjian sekitar jam 09.45 pagi. Dengan sabar aku menunggu balasan SMS temanku, sudah pukul 10 temanku baru membalas, dan ternyata dia sudah naik duluan, kebaktian sudah akan dimulai pula, aku disuruh untuk langsung naik saja, nanti juga akan tau sendiri ruangan mana kebaktian tersebut diadakan.

            Mungkin menurut kalian itu sangat gampang untuk dilakukan, langsung bergegas naik dan dengan ‘hebatnya’ bisa menemukan tempat kebaktian itu. Tapi bagi aku yang waktu itu berumur 9 tahun, hal itu mustahil untuk aku lakukan. Pertama, aku tidak suka ke tempat asing sendirian, aku tidak suka keramaian, dan terakhir, aku tidak suka menjadi pusat perhatian, jika acara kebaktian sudah dimulai dan aku terlambat, bukannya itu sangat mencolok? Jadi kuputuskan untuk SMS temanku lagi, memintanya jikalau apakah bisa menjemputku, toh acaranya baru akan dimulai, bukan sudah mulai kan? Aku menunggu balasan darinya sekitaran 45 menit dan balasan yang kuterima adalah, “Kamu di mana? Tinggal naik aja kok.” Aku tidak membalasnya dan bergegas pulang.

            Di awal aku berkata bahwa aku beberapa kali mengikuti acara ini bukan? Yah, tepatnya tiga kali saja. Pertama adalah ketika aku mengumpulkan keberanian penuh untuk mengikuti kebaktian itu sendiri tanpa mengandalkan teman, jadi aku memasuki kumpulan orang asing sendiri (hebat juga aku yak), ngomong-ngomong, kebanyakan dari mereka adalah sebaya dengan ku dari sekolah yang sama maupun berbeda, dan beberapa merupakan kakak kelasku. Kebaktiannya lumayan asik karena itu adalah pertama kalinya aku mengikuti kegiatan di luar sekolah, kali kedua adalah ketika diadakan lomba di hari waisak, aku masih ingat aku menggunakan sendok plastik untuk menyendok air dari gelas A ke gelas B dengan jarak yang ditentukan. Dan kali ketiga adalah kebaktian biasa, dimana setelah kebaktian kami pindah ruangan untuk menonton DVD (aku lupa filmnya tentang apa).

            Biasanya selesai kebaktian aku menyempatkan diri untuk ke toko buku, karena kebetulan satu-satunya toko buku di kota ku 1 gedung dengan tempat kegiatan tersebut. Aku sangat suka bagian ini, aku senang melihat buku-buku yang berjejeran di rak walaupun aku tidak bisa memilikinya. Aku juga masih ingat, pernah suatu saat toko buku tersebut sedang melakukan diskon buku-buku lama. Aku ingat sekali mereka mengobral komik “Prince of Tea”, sungguh sekarang setelah mengingat hal ini aku menyesal. Kenapa aku tidak curi-curi membelinya saja (mama ku sangat tidak menyukai aku membeli buku lantaran di rumah sudah banyak), Prince of Tea memiliki 25 volume, komik yang bagus. Aku sempat membacanya ketika aku SMP kelas 1 atau 2, kupinjam dari adik kelasku, seingatku itu adalah zaman-zaman dimana The Walking Dead diputar di HBO. Selesai membaca Prince of Tea, aku tiba-tiba menjadi sangat menyukai teh, aku bahkan membeli beberapa macam teh ketika liburan ke Malaysia.

            Semalam jam 12 dini hari (tunggu, ini disebut tadi atau semalam baiknya? Oh rumitnya, baiklah, tanggal 25 Juli 2020), koko ku berkata kapan-kapan ingin mengunjungi toko buku, dan tiba-tiba pula ia mengingatkan aku tentang kebaktian tersebut, ngomong-ngomong, koko dan aku tidak pernah menghadiri kebaktian itu bersama-sama, entah kenapa aku juga lupa. Karena sempat nostalgia sendiri hingga jam 01.30 dini hari, hari ini pula aku menyempatkan diri untuk menceritakan pengalaman ku, memang sedikit absurd dan alurnya tidak jelas, tapi tidak mengapa, setidaknya kalian yang membaca sampai di sini bisa belajar dari aku yang berumur 9 tahun itu, belajar untuk berani mengatasi hal yang menakutkan. Berani untuk mengambil langkah kecil yang mungkin di pandangan orang lain itu hal yang mudah, tapi sesungguhnya membutuhkan waktu mengumpulkan keberanian untuk melakukannya. Yah, meski kamu penakut tapi kamu hebat ya nak, aku yang di masa lalu hohoho (loh).

            Ngomong-ngomong aku juga tidak sabar ingin ke toko buku lagi, aku ingin membeli beberapa amplop cantik, koleksi ku sudah mulai menipis. Sampai jumpa di postingan selanjutnya! 


Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~