Follow Me @fergiana.s

Saturday, November 23, 2019

Petualangan Absurd IX - A Killer Among Us

November 23, 2019 0 Comments



Aku baru pindah ke kota baru, saat ini siang hari tidak tau tepatnya jam berapa. Yang pasti aku berada di sebuah mall besar dekat bandara. Sambil menenteng tas dan menarik koper, aku merasakan tatapan yang tajam dari seorang pria di depanku. Wajahnya tertutupi masker berwarna abu-abu dan memakai syal serta jaket tebal, padahal kalian tau sendiri cuaca di Indonesia ini panasnya bukan main.

Aku tidak menghiraukannya dan melanjutkan jalan untuk mencari tempat yang dimaksud oleh sepupuku yang akan datang menjemput. Jalanan di mall ini besar dan meskipun ramai, ada bagian-bagian tertentu yang mendapatkan cahaya minim dan sepi, sialnya aku sedang melewati tempat tersebut. Aku mulai merasa was-was ketika aku menoleh dan mendapatkan laki-laki bermasker itu tiba-tiba berlari kencang ke arahku. Dengan panik, ku lempar tas dan berlari menjauhinya. Di dekat belokan ada seorang pria yang lewat, ia memakai beanie, kutarik lengan bajunya dan berbisik, “Ada stalker!” Ditariknya aku ke belakang punggungnya dan menghadang pandangan stalker itu yang kini sudah tidak terlihat. Kemudian sepupuku muncul dari belakang dan membantu mengambilkan barang bawaanku yang berserak, kami bertukar sapa kemudian hendak beranjak pergi. “Thanks! Aku pergi dulu ya.” Kataku terhadap laki-laki yang memakai beanie itu, dia menarik lenganku dan berkata, “See you.” Aku tidak paham maksudnya dan mengekor sepupuku dari belakang, ia sudah jauh di depan.

Keesokan harinya aku berangkat menuju sekolah baru,  di koridor aku bertemu dengan sepupuku dan kami bertiga (ia bersama pacarnya) sama-sama berjalan menuju kelas. Aku memilih tempat duduk di depan mereka berdua dan teman sebangku ku adalah perempuan dengan kacamata super besar dan sangat energik. Bangku di depanku adalah laki-laki yang semalam memakai beanie, ia tampak kaget dan menyesal? Aku kemudian pamit untuk pergi ke WC yang jaraknya lumayan jauh dari kelas (aku ambil rute yang panjang).



            Saat aku di perjalanan kembali ke kelas aku melihat TV di koridor sekolah menayangkan berita sekolah tentang pemilihan ‘penjaga’ baru di sekolah. Saat aku memasuki kelas, seorang lelaki menghampiriku dan bertanya, “Sebentar lagi masuk pelajaran pertama! Apa kau punya bakat?”
“Bakat? Maksudnya?”
“Setiap semester baru kami mengadakan pertempuran guardian spirit masing-masing menggunakan kartu remi. Satu orang membagikan kartu, satunya lagi menebak, jika tebakan benar +1 poin dan yang membagikan kartu harus membayar koin yang nantinya untuk level up.”
“Aku cukup percaya diri dalam hal menebak-nebak kartu.”
Try me!”
Jessica –teman sebangku- menghampiriku dan berteriak dengan semangat, “OMG! You’re Guardian Spirit!?” Sebenarnya aku tidak paham spirit- apalah yang mereka katakan, tapi kalau soal menebak angka kartu aku yakin aku bisa karena aku cukup beruntung, “Emm.. Bukan?”
Duel! Aku dipihak mu!” Katanya sambil mengedipkan sebelah mata. Aku bingung, sangat bingung dan mencari-cari penjelasan dengan melihat ke arah sepupuku dan pacarnya.

            Duel dimulai dan aku mendapatkan win streak sebanyak dua kali kemudian lawanku menyerah. Datang lagi rival lain, seorang perempuan berambut panjang, wajahnya angkuh sekali. Aku mendapatkan perasaan tidak enak tapi ini kan hanya permainan?

            Kali ini bukan permainan kartu remi, lebih simple yaitu menggunakan koin. “Depan atau belakang?” Aku ingin menebak depan, tapi Jessica menahanku dan membisikkan belakang yang mau tidak mau aku ikuti permintaannya (aku bisa dikatakan berbuat curang karena permainan ini harus berdasarkan pilihan sendiri). Sebelum aku sempat menyuarakan jawabanku, TV di depan kelas menyala dan menayangkan berita terbaru, yaitu pembunuhan massal yang terjadi di dekat sekolah kami, korbannya ada 2 orang lelaki yang mati ditusuk pedang, keduanya tersambung oleh pedang itu perut ke perut, kemudian kamera menyorot ke korban lainnya, linggis di mata seorang lelaki dan masih banyak lagi korban-korban mengerikan lainnya. “Belakang,” aku katakan dan tiba-tiba bel berbunyi, tanda masuk. Seseorang menyuruhku ke WC untuk mengambil kain lap basah dan aku turuti.

            Aku pergi menuju WC dan di tengah koridor seorang wanita (tampaknya guru) memberitahu bahwa arah ke WC lebih dekat lewat sebelah kanan dari kelas, dan di tengah jalan aku tersesat, banyak belokan dan akhirnya aku bertanya kepada 3 perempuan yang sedang duduk santai di kursi taman, “Belok kanan udah sampai kok.” Tetapi aku hanya menemukan ruangan kepala sekolah dan jalan buntu. Dengan kesal aku berjalan kembali kearah kelas ku, sebelum masuk aku mendapat pengumuman bahwa kepala sekolah ingin menemuiku dan menyuruhku menunggu di kelas.

            Apakah aku ketahuan berbuat curang di permainan koin tadi? Di kelas memang ada CCTV. Sejumlah guru kemudian masuk kelas dan berbaris berdiri di depan, aku berada di tengah mereka dan murid-murid lainnya duduk di kursi masing-masing. Kepsek tidak kunjung datang, maka salah seorang guru perempuan pergi untuk mencarinya yang tak lama kemudian kembali dengan wajah ketakutan, “Pak.. Pak kepala…” Ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya dan kami semua penasaran.

            Kami semua berlari menuju ruangan kepsek dan mendapati pemandangan mengerikan, pak kepsek terbaring di lantai, mulutnya memuntahkan darah dan salah satu kaki kursi menembus lehernya dari samping seperti baru diduduki oleh seseorang.

            Siapa yang membunuh pak kepsek? Adalah pertanyaan dibenakku.

           Tidak ada satupun yang ketakutan melihat pemandangan ini, yang kulihat mereka malah tersenyum bersemangat. Kami semua kembali ke kelas dan pria yang mengenakan beanie tiba-tiba menghampiriku dan memberikan aku payung dan botol kosong, “Bantu aku ambil air dari WC.”

            Sama seperti kejadian sebelumnya, seorang guru memberi tahu bahwa jalan sebaliknya lebih dekat, tapi aku menjawab “Di sana buntu, tidak apa aku mengambil jalan yang lebih jauh saja.” Kataku kemudian pamit dan terdengar suara petir menyambar, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
            Guru tadi tiba-tiba ingat bahwa sebelumnya aku juga pergi ke WC, sebelum kepsek ditemukan dan lewat CCTV sudah dipastikan bahwa tidak ada orang lain yang melewati jalan itu selain aku sendiri. Maka saat itu juga aku resmi dinyatakan tersangka.

Selesai mengisi air aku kembali menuju WC dan ada dua lelaki berpakaian serba hitam plus kacamata hitam ingin menanyakan beberapa hal, mereka adalah polisi. Hujan turun dengan deras saat itu, aku segera membuka payung, katanya akan dilanjutkan di kelas ku saja, maka aku dikawal mereka berdua depan belakang, keduanya betah kehujanan meski sudah aku tawarkan untuk menggunakan payung bersama tetapi mereka tidak mau.

Ditengah jalan, tiba-tiba sesuatu jatuh dari atap. Itu adalah laki-laki beanie, sudah tidak bernyawa terkapar di lantai semen dan kehujanan.

Awalnya seluruh bukti menunjukkan bahwa aku adalah pelaku terhadap pembunuhan kepsek, tapi semuanya berubah karena pembunuhan kedua terjadi, sedangkan aku memiliki alibi kuat bersama dengan kedua laki-laki berbaju hitam yang mengaku sebagai polisi.

Jadi, siapa pembunuhnya?

-o0o-

Hai hai halo! Seperti biasa petualangan absurd endingnya gantung! Untuk yang pertama kali baca pasti bingung ya.. So bagi yang masih kurang ngerti apa itu petualangan absurd akan aku jelasin~

Petualangan absurd itu adalah mimpiku, jadi memang feel nya aneh plus endingnya selalu menggantung. Alasan kenapa aku menuliskannya? Yah karena menurutku mimpi-mimpi ini cukup keren dan aku pingin sharing ke kalian (well siapa tau dapat menghibur kalian). Nah Petualangan Absurd punya beberapa part loh! Kalian bisa search di tombol sebelah kanan dengan keyword ‘Petualangan Absurd’, enjoy your read!

Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)