Follow Me @fergiana.s

Saturday, December 1, 2018

Sidang

December 01, 2018 1 Comments


Tanggal 23 November yang lalu adalah hari yang bisa melekat cukup lama di benakku. Setelah 6 bulan pengerjaan laporan Kerja Praktek kuliah selesai, akhirnya hari itu aku dan kawan-kawan lain dapat mengikuti sidang. Yah kalau dengar kata orang-orang sih gampang, kayak presentasi biasa gitu aja. Yang bikin deg-degan itu ya sesi pertanyaan oleh penguji. Maklumlah, akunya gak suka ditanya-tanya, cewek gak suka ditanya kata M*lea (HAHA, baru habis baca buku Dilan beberapa waktu yang lalu).

Ekhem, jadi alasan sebenarnya adalah aku takut revisi. Revisi sebenarnya wajar, banyak atau tidaknya itu yang membuat asam lambungku naik dan tidak bisa nyenyak di malam hari. Hari itu aku diboncengi Kaka menuju tempat print terlebih dahulu. Jam 7 lewat 45 menit kami keliling mencari tempat fotocopy, aku kurang satu lembar berkas untuk sidang. Mirisnya itu adalah berkas untuk revisi yang nantinya diisi dosen penguji. Cukup lama kami menunggu, soalnya ramai sekali dan untungnya seusai itu kami tidak telat, malah sempat duduk-duduk sebentar di bawah. Ternyata bulan ini cukup ramai yang mengikuti sidang, ada yang sidang KP ada pula skripsi.

Jam 8 lewat 15 menit para mahasiswa sudah berbondong-bondong menuju lantai 4. Aku malas berdesakan, jadinya masih santai duduk menunggu keramaian berakhir. Begitu sudah mulai sepi, aku, Kaka dan Lindy menaiki anak tangga dengan tabah. Kakak senior di depanku mengeluh, “bergetar lututku ni lah”, ketika kami sudah hampir sampai di lantai 4, aku takut nafasku tidak cukup makanya aku menahan tawa.

Sesampainya di ruang pembukaan kami langsung menghambur di area yang dekat dengan AC, mirisnya tidak ada satupun AC yang hidup. Hanya pajangan belaka. Untungnya seorang kakak senior dapat membukanya menggunakan HP. Oh aku semakin suka dengan teknologi zaman now. Kami tidak menunggu lama karena beberapa menit kemudian dosen sudah resmi membuka sidang dan jadwal dapat dilihat di lantai 2.

“Lucu sih kalau yang kena lantai 3, udah ke lantai 2 nengok jadwal naik lagi dia.”

Aku hanya mengerutkan kening, aku tidak bisa naik turun, bisa-bisa paru-paru berharga ini kering. Maka ketika semua sedang berburu melihat jadwal aku duduk diam dan mencari seribu alasan supaya Kaka dan Lindy tetap bersama ku.

“Nanti aja lihatnya, itu rame banget, badan kita kecil gak bakal kebagian.”

Sebenarnya alasan itu tidak aku karang, selain malas berdesakan, kami pasti tidak kebagian. Beruntungnya teman kami yang ikut berburu mengirimkan foto jadwal, aku, Kaka dan Lindy sidang di jam 11 bersamaan. Aku di ruang 302 dan keduanya aku tidak ingat, yang pasti ruangku dan Kaka bersebrangan.

Karena masih dilanda panas dan capek kami bertiga nongkrong di lantai 4 yang sudah sepi, hanya dipenuhi kursi-kursi kosong. Lantai 4 memang jarang dinaiki orang-orang jadi maklum rada horror meski siang bolong. Saat aku sedang memperbaiki powerpoint presentasi, beberapa kali pintu samping terbuka dan terutup sendiri (pintunya ada 2, pintu masuk dari depan dan samping). Kami tidak menghiraukannya, toh barangkali cuma angin.

Setelah selesai menyunting aku langsung memasukkan laptop aku dan meneguk air. Saat itulah aku melihat sebuah baju putih yang memang diwajibkan semua mahasiswa kenakan saat sidang maupun ujian. Aku melihat perutnya yang agak buncit, aku tidak nampak wajahnya karena memang hanya setengah badan, dan jelas sekali. Soalnya desain kampus ini menggunakan kaca semua dan kiri kanan dapat dilihat tembus. Kukira ada mahasiswa lain yang baru akan turun, tetapi dipikir-pikir aku tidak melihat wajah atau kepala (warna rambut kan hitam kontras), hanya putih-putih. Dan begitu aku melihat kea rah pintu samping sekali lagi, tidak ada siapa pun hanya pintu samping yang tertutup rapat.

Aku bergidik ngeri dan mengemas barang segera. Mengajak kawan-kawan turun, sungguh Lindy sudah semangat sedangkan Kaka masih duduk dan malas gerak. Ingin sekali aku menarik lehernya dan turun bersama ku. Setelah aku desak akhirnya kami turun juga dan berencana untuk melihat anak-anak lain yang sidang, kami menonton Herwin yang diuji oleh pak Jajang.

Aku cukup panik karena pak Jajang cukup horror, banyak sekali yang dikomentari dan alhasil Herwin mendapat banyak revisi. Kaka juga mulai keringat dingin, karena jadwalnya berada di ruang itu (307 kalau tidak salah), berasumsi bahwa pak Jajang adalah penguji. Kami mulai komat kamit laporan kami sendiri, bolak-balik membaca siapa tau dengan begitu nasib kami tidak seburuk Herwin.

Aku sempat melirik kelas seberang, aku tau dosen di seberang baik dan kemungkinan besar dia adalah pengujiku, maka aku sedikit lega mengetahui hal tersebut. Herwin belum selesai sidang aku sudah siap-siap menuju kelas seberang yang kini kosong, aku harus setting lokasi sidang sendiri. Dengan sigap mencoba proyektor dan menaruh berkas di samping. Dosen yang baik tidak kunjung tiba, aku mulai bosan dan berjalan ke kelas Lindy yang keadaannya sama denganku, kami berbincang sebentar kemudian aku menuju toilet dan kelas sendiri

Aku duduk dan mencoba baca-baca slide, tidak lama kemudian pintu terbuka. Jantungku yang memompa darah optimal tiba-tiba drop drastis.

“Habislah”, pikirku saat itu.

Guru yang masuk kategori killer dan lumayan ditakuti anak-anak. Bu Liza. Aku hanya bisa tersenyum dan keringat dingin mulai menetes, untungnya aku masih bisa presentasi dengan baik dan sedikit terburu-buru karena diberi waktu 10-15 menit untuk presentasi. Bu Liza tidak memperhatikan aku yang sedang berbicara, sibuk membolak-balik laporan. Maka aku langsung membacakan inti dan menjalankan demo program yang sudah kubuat.

Bu Liza bertanya banyak, mengenai input dalam program, sebenarnya menurut aku sendiri sudah ada tapi baginya itu hanyalah button belaka (setelah aku teliti, struktur program aku memang tidak sesuai dengan program yang aku buat hehe). Alhasil aku banyak revisi, dari laporan sampai program, rasa-rasanya suasana hati memburuk.

Berbeda dengan Kaka yang langkahnya melayang-layang dan melihat kearahku mengisyaratkan semangat. Aku hanya bisa tersenyum miris di balik kaca. Aku diberi waktu seminggu untuk revisi, tetapi anehnya di laporan tertulis tanggal 29 (berarti terhitung 6 hari saja), lebih luar biasa aneh lagi di kertas revisi tertulis tanggal 28.

Aku resmi maag siang itu.


Jadi kawan-kawan yang membaca, sidang pertama aku dapat dikatakan berjalan mulus ya, tidak ada kecelakaan seperti proyektor meledak atau serangan penguin-penguin, cuaca malah cerah sekali hanya saja hasilnya kurang menyenangkan. Puji Tuhan aku menyelesaikan revisi itu di tanggal 28 dan sudah di ACC oleh penguji. Turut berterima kasih kepada master (teman yang membantu pemrograman aku), Kaka, Lindy dan lainnya yang sudah membantu aku dalam pengerjaan Kerja Praktek ini.




Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini, jangan lupa react, comment dan share! Komentar kalian selalu berarti buatku! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)