Follow Me @fergiana.s

Saturday, December 28, 2019

A Friend of Mine - Nostalgia Bareng

December 28, 2019 1 Comments

Menjelang akhir tahun, banyak banget hal yang terjadi di sekitar aku. Sebenarnya bukan hal yang baru, tapi begitu aku mengalaminya aku baru ingat, memang ini saatnya untuk terjadi. Minggu kedua bulan desember ini, temperatur di Tanjungpinang tiba-tiba menjadi konsisten yaitu sebesar 29°C.

Memang bukan cuaca yang dingin atau panas, kalau menurut kalian mungkin pas ya? Tapi bagi kami (atau aku saja sih) yang terbiasa dengan temperatur 32°C keatas, aku merasa kesusahan. Jujur saja, aku kedinginan. Kemana-mana selalu pakai jaket dan ditemani kopi susu panas. Oh ya, aku baru saja kenal dengan dunia kopi, meski aku maag tapi baru-baru ini aku baru menyadari bahwa ada minuman seenak ini~ kombinasi pahit manis mantap sekali! Oh ya, selain kedinginan, aku juga kesusahan dalam memilih outfit sehari-hari. Bukan, bukan karena aku tidak ada baju hangat, tapi karena baju-baju aku tidak kering! Uh, ini yang paling menyebalkan, karena aku adalah tipe orang yang selalu memakai baju itu-itu saja.

Sejauh ini 2019 menyenangkan, seperti biasa waktu berjalan cepat sekali. Aku masih ingat waktu masih kecil aku paling sering demam, belum lagi kalau musim seperti ini, sekarang saja aku sudah mulai pilek. Aku jadi mengingat mimpi masa kecil, setiap kali aku akan sakit aku selalu dapat mimpi yang sama. Aku dengar dari mama kalau dia pun begitu, kalau kalian bagaimana? Ada mimpi tertentu yang berulang kah?

Mimpi aku itu adalah aku sedang tidur (di dalam mimpi sedang tidur), kemudian tiba-tiba kepala ku terasa berat sekali, ketika aku bangun ternyata ditimpa oleh ban yang sangat besar sekali, tidak ada satu orang pun yang membantu aku angkat meski mereka berlalu lalang. Di samping kasur ku ada satu buah jarum kecil, dan sama seperti setiap mimpi-mimpi lainnya, aku selalu berusaha menggunakan jarum itu untuk mengempeskan ban yang menimpaku. Biasanya keesokan hari setelah mimpi itu aku akan langsung sakit demam.

Kalau aku demam, aku selalu menghabiskan waktu dengan tidur seharian. Tapi aku selalu nomaden kalau soal lokasi tidurnya. Kadang aku tidur di kamar lantai 2, kadang di lantai 1 dan kadang-kadang juga di ruang tamu lantai 2. Di ruang tamu lantai 2 aku juga ada 2 spot, di atas tilam dan satunya lagi di atas sofa. Aku sering berbaring di sofa sana, sofa itu tepat di sebelah jendela. Jadi kadang-kadang ketika aku terbangun, aku akan membuka gorden untuk melihat keluar. Memang tidak ada pemandangan apapun selain bangunan rumah tetangga. Tapi berawal dari itulah aku jadi memiliki ‘seorang’ teman.

Ketika aku sakit, aku tidak bisa bermain, menggambar atau pun membaca seperti biasanya. Keseharianku memang hanyalah tidur – bangun – makan – tidur, begitu terus sampai aku sembuh, dan hanya dia yang menemaniku selama aku sakit.

Tunggu dulu, apakah aku boleh menyebut tanaman itu ‘seorang’ teman? Aku tidak tahu dia jenis tanaman liar apa, dia tidak cantik dan bahkan aku sempat khawatir kalau-kalau dia layu. Tumbuh di sela-sela tembok memang tidak terlalu sehat bukan?

Aku masih ingat jadwal sakit rutin ku adalah sebulan sekali, atau paling lama maksimal 3 bulan sekali (udah kayak vaksin yak). Dan di jadwal itu aku pasti selalu menyapa dia, tanaman liar itu yang tingginya 10cm dengan dua helai daun yang lebih besar dari batangnya sendiri. Aku sempat khawatir ketika salah satu daunnya menguning, kukira dia akan layu dan tidak ada lagi yang menarik dari pemandangan luar jendela sana.

Waktu berlalu, aku semakin dewasa dan puji Tuhan aku sudah jarang sakit. 5 tahun terakhir ini aku sudah hampir tidak pernah baring di sofa itu, karena aku pindah rumah (hahahaha). Hari ini aku berkunjung ke rumah nenek, setelah membuka kipas dan lampu aku kembali baring di sofa itu, sofa yang penuh dengan bakteri demam ku dulu (benar gak sih bakteri-an? Lol). Iseng-iseng kubuka jendela itu, aku tersenyum, dia masih ada di sana. Aku melewatkan beberapa proses pertumbuhannya.


Memang dia jauh dari kata indah, tapi bagiku dia spesial.

-o0o-


Happy(early) New Year!! And let's talk about everything again next year~
Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~


(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)

Saturday, November 23, 2019

Petualangan Absurd IX - A Killer Among Us

November 23, 2019 0 Comments



Aku baru pindah ke kota baru, saat ini siang hari tidak tau tepatnya jam berapa. Yang pasti aku berada di sebuah mall besar dekat bandara. Sambil menenteng tas dan menarik koper, aku merasakan tatapan yang tajam dari seorang pria di depanku. Wajahnya tertutupi masker berwarna abu-abu dan memakai syal serta jaket tebal, padahal kalian tau sendiri cuaca di Indonesia ini panasnya bukan main.

Aku tidak menghiraukannya dan melanjutkan jalan untuk mencari tempat yang dimaksud oleh sepupuku yang akan datang menjemput. Jalanan di mall ini besar dan meskipun ramai, ada bagian-bagian tertentu yang mendapatkan cahaya minim dan sepi, sialnya aku sedang melewati tempat tersebut. Aku mulai merasa was-was ketika aku menoleh dan mendapatkan laki-laki bermasker itu tiba-tiba berlari kencang ke arahku. Dengan panik, ku lempar tas dan berlari menjauhinya. Di dekat belokan ada seorang pria yang lewat, ia memakai beanie, kutarik lengan bajunya dan berbisik, “Ada stalker!” Ditariknya aku ke belakang punggungnya dan menghadang pandangan stalker itu yang kini sudah tidak terlihat. Kemudian sepupuku muncul dari belakang dan membantu mengambilkan barang bawaanku yang berserak, kami bertukar sapa kemudian hendak beranjak pergi. “Thanks! Aku pergi dulu ya.” Kataku terhadap laki-laki yang memakai beanie itu, dia menarik lenganku dan berkata, “See you.” Aku tidak paham maksudnya dan mengekor sepupuku dari belakang, ia sudah jauh di depan.

Keesokan harinya aku berangkat menuju sekolah baru,  di koridor aku bertemu dengan sepupuku dan kami bertiga (ia bersama pacarnya) sama-sama berjalan menuju kelas. Aku memilih tempat duduk di depan mereka berdua dan teman sebangku ku adalah perempuan dengan kacamata super besar dan sangat energik. Bangku di depanku adalah laki-laki yang semalam memakai beanie, ia tampak kaget dan menyesal? Aku kemudian pamit untuk pergi ke WC yang jaraknya lumayan jauh dari kelas (aku ambil rute yang panjang).



            Saat aku di perjalanan kembali ke kelas aku melihat TV di koridor sekolah menayangkan berita sekolah tentang pemilihan ‘penjaga’ baru di sekolah. Saat aku memasuki kelas, seorang lelaki menghampiriku dan bertanya, “Sebentar lagi masuk pelajaran pertama! Apa kau punya bakat?”
“Bakat? Maksudnya?”
“Setiap semester baru kami mengadakan pertempuran guardian spirit masing-masing menggunakan kartu remi. Satu orang membagikan kartu, satunya lagi menebak, jika tebakan benar +1 poin dan yang membagikan kartu harus membayar koin yang nantinya untuk level up.”
“Aku cukup percaya diri dalam hal menebak-nebak kartu.”
Try me!”
Jessica –teman sebangku- menghampiriku dan berteriak dengan semangat, “OMG! You’re Guardian Spirit!?” Sebenarnya aku tidak paham spirit- apalah yang mereka katakan, tapi kalau soal menebak angka kartu aku yakin aku bisa karena aku cukup beruntung, “Emm.. Bukan?”
Duel! Aku dipihak mu!” Katanya sambil mengedipkan sebelah mata. Aku bingung, sangat bingung dan mencari-cari penjelasan dengan melihat ke arah sepupuku dan pacarnya.

            Duel dimulai dan aku mendapatkan win streak sebanyak dua kali kemudian lawanku menyerah. Datang lagi rival lain, seorang perempuan berambut panjang, wajahnya angkuh sekali. Aku mendapatkan perasaan tidak enak tapi ini kan hanya permainan?

            Kali ini bukan permainan kartu remi, lebih simple yaitu menggunakan koin. “Depan atau belakang?” Aku ingin menebak depan, tapi Jessica menahanku dan membisikkan belakang yang mau tidak mau aku ikuti permintaannya (aku bisa dikatakan berbuat curang karena permainan ini harus berdasarkan pilihan sendiri). Sebelum aku sempat menyuarakan jawabanku, TV di depan kelas menyala dan menayangkan berita terbaru, yaitu pembunuhan massal yang terjadi di dekat sekolah kami, korbannya ada 2 orang lelaki yang mati ditusuk pedang, keduanya tersambung oleh pedang itu perut ke perut, kemudian kamera menyorot ke korban lainnya, linggis di mata seorang lelaki dan masih banyak lagi korban-korban mengerikan lainnya. “Belakang,” aku katakan dan tiba-tiba bel berbunyi, tanda masuk. Seseorang menyuruhku ke WC untuk mengambil kain lap basah dan aku turuti.

            Aku pergi menuju WC dan di tengah koridor seorang wanita (tampaknya guru) memberitahu bahwa arah ke WC lebih dekat lewat sebelah kanan dari kelas, dan di tengah jalan aku tersesat, banyak belokan dan akhirnya aku bertanya kepada 3 perempuan yang sedang duduk santai di kursi taman, “Belok kanan udah sampai kok.” Tetapi aku hanya menemukan ruangan kepala sekolah dan jalan buntu. Dengan kesal aku berjalan kembali kearah kelas ku, sebelum masuk aku mendapat pengumuman bahwa kepala sekolah ingin menemuiku dan menyuruhku menunggu di kelas.

            Apakah aku ketahuan berbuat curang di permainan koin tadi? Di kelas memang ada CCTV. Sejumlah guru kemudian masuk kelas dan berbaris berdiri di depan, aku berada di tengah mereka dan murid-murid lainnya duduk di kursi masing-masing. Kepsek tidak kunjung datang, maka salah seorang guru perempuan pergi untuk mencarinya yang tak lama kemudian kembali dengan wajah ketakutan, “Pak.. Pak kepala…” Ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya dan kami semua penasaran.

            Kami semua berlari menuju ruangan kepsek dan mendapati pemandangan mengerikan, pak kepsek terbaring di lantai, mulutnya memuntahkan darah dan salah satu kaki kursi menembus lehernya dari samping seperti baru diduduki oleh seseorang.

            Siapa yang membunuh pak kepsek? Adalah pertanyaan dibenakku.

           Tidak ada satupun yang ketakutan melihat pemandangan ini, yang kulihat mereka malah tersenyum bersemangat. Kami semua kembali ke kelas dan pria yang mengenakan beanie tiba-tiba menghampiriku dan memberikan aku payung dan botol kosong, “Bantu aku ambil air dari WC.”

            Sama seperti kejadian sebelumnya, seorang guru memberi tahu bahwa jalan sebaliknya lebih dekat, tapi aku menjawab “Di sana buntu, tidak apa aku mengambil jalan yang lebih jauh saja.” Kataku kemudian pamit dan terdengar suara petir menyambar, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
            Guru tadi tiba-tiba ingat bahwa sebelumnya aku juga pergi ke WC, sebelum kepsek ditemukan dan lewat CCTV sudah dipastikan bahwa tidak ada orang lain yang melewati jalan itu selain aku sendiri. Maka saat itu juga aku resmi dinyatakan tersangka.

Selesai mengisi air aku kembali menuju WC dan ada dua lelaki berpakaian serba hitam plus kacamata hitam ingin menanyakan beberapa hal, mereka adalah polisi. Hujan turun dengan deras saat itu, aku segera membuka payung, katanya akan dilanjutkan di kelas ku saja, maka aku dikawal mereka berdua depan belakang, keduanya betah kehujanan meski sudah aku tawarkan untuk menggunakan payung bersama tetapi mereka tidak mau.

Ditengah jalan, tiba-tiba sesuatu jatuh dari atap. Itu adalah laki-laki beanie, sudah tidak bernyawa terkapar di lantai semen dan kehujanan.

Awalnya seluruh bukti menunjukkan bahwa aku adalah pelaku terhadap pembunuhan kepsek, tapi semuanya berubah karena pembunuhan kedua terjadi, sedangkan aku memiliki alibi kuat bersama dengan kedua laki-laki berbaju hitam yang mengaku sebagai polisi.

Jadi, siapa pembunuhnya?

-o0o-

Hai hai halo! Seperti biasa petualangan absurd endingnya gantung! Untuk yang pertama kali baca pasti bingung ya.. So bagi yang masih kurang ngerti apa itu petualangan absurd akan aku jelasin~

Petualangan absurd itu adalah mimpiku, jadi memang feel nya aneh plus endingnya selalu menggantung. Alasan kenapa aku menuliskannya? Yah karena menurutku mimpi-mimpi ini cukup keren dan aku pingin sharing ke kalian (well siapa tau dapat menghibur kalian). Nah Petualangan Absurd punya beberapa part loh! Kalian bisa search di tombol sebelah kanan dengan keyword ‘Petualangan Absurd’, enjoy your read!

Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)

Saturday, October 26, 2019

My Happy Pills

October 26, 2019 2 Comments

Hari itu kami semua sibuk sekali meskipun tidak ada apapun yang sebenarnya kami kerjakan selain menatap jam dan mondar-mandir. Hari minggu, tepatnya tanggal 29 September 2019 dijalani seperti hari-hari minggu biasanya, membersihkan rumah di pagi hari kemudian selanjutnya menunggu papa pulang karena perut sudah lapar. Setelah makan siang biasanya aku langsung mendekam di kamar seharian dan tidak keluar jika tidak perlu ke toilet ataupun mengisi botol air (waktu favorit aku!).

Hari itu sedikit berbeda, meski tidak jarang kami sekeluarga jalan-jalan di hari minggu, tapi hari itu destinasi kami terhitung baru, ya, kebun teman papa di mana yang saat ini menjadi tempat tinggal Apui.

Pagi-pagi sekali mama sudah sibuk merebus satu kotak besar makanan Apui, menyiapkan satu kantong besar berupa snack-snack nya juga. Selesai makan siang, papa juga menyuruh mama agak cekatan soalnya kami tidak ingin sampai di sana di sore hari, perjalannya memang lumayan jauh. Hari itu rasanya perjalanan terasa lebih lama dibandingkan dengan pertama kali kami ke sana, entah karena aku tidak perlu repot menyuruh Apui duduk diam atau karena kami semua sangat bersemangat dan tidak sabaran untuk bertemu dengannya.

Saat kami sampai, kami bingung karena tidak ada orang ataupun Apui yang menyambut, tapi tak lama kemudian teman papa muncul dan segera membuka pagar rumahnya, dan dari pintu pagar itu juga Apui langsung berlari keluar menyambut kedatangan kami. Dia memanjat kami satu persatu kemudian mengikuti kami kemanapun kami pergi.

Setelah sesi percakapan dan ucapan terima kasih berakhir (ada juga sesi di mana aku memeluk anak anjing yang baru berumur 3 minggu!), kami ingin pamit pulang. Begitu pintu mobil dibuka, hal yang paling tidak mungkin terjadi hari itu terjadi! Apui langsung menaiki mobil meski tidak ada yang duduk di dalam, dipanggil turun pun dia tidak mau. Papa sudah mulai sedih dan tidak tegaan, bertanya apakah kami bawa pulang saja atau bagaimana. Tapi aku dan mama ragu karena takutnya nanti Apui bakal kembali stres jika dikurung lagi di dalam gedung, maka kami urungkan niat dan berkata tidak. Maka teman papa segera memeluk Apui supaya dia tidak lagi mengikuti kami (kesannya kami jahat sekali ya…).

Setelah Apui dimasukkan kembali ke rumah dengan pagar tertutup, kami mengucapkan selamat tinggal sekali dan mobil pun meninggalkan kebun, papa menyetir lambat sekali dan dia berhenti dengan berkata “Itu Apui mengikuti kita!” yang ternyata adalah anjing lain, maka tanpa ragu lagi papa mulai menginjak gas. Saat itulah aku melihat Apui di seberang sana. Memacu tenaga kaki-kakinya yang jenjang sekuat mungkin mengikuti kami. Kami dibatasi oleh sebuah lubang besar yang lumayan dalam. Karena panik, Apui melihat kiri kanan kemudian langsung terjun kebawah (kami semua kaget karena dia itu kan penakut!), yang kemudian muncul lagi dengan kecepatan sama kea rah mobil kami. Dia sempat berhenti karena ada genangan air yang besar, dia memilih untuk memutarinya dan berlari kearah kami.

            Tidak sama seperti pertama kali dia mengejar kami di minggu lalu, dia tidak mau masuk mobil, kali ini dia tidak ragu dab ingin masuk ke dalam mobil yang kemudian dihentikan mama karena dia harus dibersihkan dulu kaki-kakinya (waktu itu hujan baru berhenti dan banyak sekali tanah merah). Saat membersihkan, teman papa datang menyusul, kami segan sekali karena ingin membawanya pulang. Bahkan teman papa bilang dia akan kembali mengambil collar dan tali Apui. Aku mengikutinya pulang dan mengucapkan maaf & terima kasih.

            Hari itu, 29 September 2019 kami resmi memelihara anjing pertama kami.

            Sudah hampir sebulan Apui menjadi bagian dari keluarga kami, dia tinggal di toko lantai 3 dan 4, bebas tidak diikat, ia senang mengikuti kami kemana pun. Kelakuannya terkadang mengundang emosi tapi disudahi dengan tawa karena dia sering sekali mencuri sendal, ketika dimarah dia langsung melepas sendal kemudian langsung lari ke lantai 4, atau ketika ia menggigit-gigit kami dan dimarahi, dia akan pura-pura tuli dan langsung melihat kearah langit-langit kemudian bersembunyi di balik handuk-handuk. Ada banyak sekali cerita lainnya, tapi intinya hanya satu. Dia. Lucu. Sekali.

            Akhir kata sebelum aku menyudahi cerita ini aku ingin sharing tentang suatu hal. Aku ingin berterima kasih kepada Tuhan tentunya karena memberi aku suatu mujizat, mujizat itu ialah Apui sendiri. Kalau kalian mengenal aku, kalian semua pasti tau bahwa aku sangat-sangat menginginkan guguk! Tapi karena mama tidak memperbolehkan maka hal itu dikatakan MUSTAHIL karena tidak ada hal yang bisa dinegosiasikan (kalian boleh tanya ke teman-teman dekatku).

            Suatu hari di bulan Juli-Agustus aku pernah berdoa seperti ini kepada Tuhan:
“Tuhan aku ingin sekali memelihara anjing yang tipenya seperti kucing-kucing liar, yah, aku memberinya makan dan kemudian dia akan pulang ke rumahnya sendiri. Tapi aku tau itu MUSTAHIL terjadi karena, hei, ini Tanjung Pinang, dan anjing liar seperti itu mustahil ada.”
So yeah, basically aku salah karena mengatakan mustahil kepada Tuhan, apa yang mungkin mustahil buat-Nya? Nothing!

Semoga kalian terhibur dengan cerita Apui dan akhir kata aku ingin mengingatkan kalian suatu hal, yaitu tidak ada yang mustahil bagi Tuhan! I got Apui! Yeay.




Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~

Saturday, September 28, 2019

My Favorite Hello and Hardest Goodbye: First Pet, Apui

September 28, 2019 1 Comments

Sekitar 3 bulan yang lalu aku bertemu dengannya. Waktu itu aku sedang duduk-duduk di depan meja kasir sambil main HP.  Tiba-tiba papa memanggil-manggil aku, karena tidak begitu jelas suaranya, aku keluar dan papa menyuruh aku melihatnya. Dia berada di depan ruko sebelah, terlihat ragu untuk mendekati kami, tetapi matanya terus menerus melihat kearah kami.

Aku segera masuk ke dalam toko dan mengambil toples roti, kupanggil dia datang dan lucunya dia menurut malah lahap memakan roti pemberianku. Tubuhnya gempal, pendek dan wajahnya memancarkan sirat prihatin, kerutan di wajahnya banyak meski aku yakin umurnya masih sangat muda. Kami semua gemas dengannya, aku tidak butuh alasan khusus karena pada dasarnya aku memang menyukai anjing.

Anjing kecil itu sering main ke tempat kami dan tetangga, rumahnya berada di gang bawah dekat toko kami. Karena awalnya kami tidak tau namanya, aku memanggilnya “Apui” yang berarti si gemuk. Selang beberapa minggu kami baru tau namanya “Molly”. Uh, dia jantan, karena itu kami tetap memanggilnya Apui. Ngomong- ngomong, saat ini umurnya baru 4 bulan! ( September 2019). Jadi waktu kami pertama bertemu dengannya baru berumur satu bulan.

Awalnya mama tidak setuju memberinya makan, karena nanti dia pasti akan sering datang, tetapi begitu melihat perawakannya mama langsung ketawa. “Mukanya tua sekali!”, setelah itu kami rutin menyisihkan makanan atau sengaja membeli tulang dan daging ayam untuknya. Tidak butuh waktu yang lama Apui sudah semakin besar tubuhnya, kakinya panjang dan bahunya lebar. Tentu saja kerutan di wajahnya masih ada.



 


Pemilik Apui sebenarnya tidak baik. Karena mengetahui bahwa sering dikasih makan, mereka berhenti memberinya makan, malahan berpesan kalua-kalau dia nakal pukul saja pakai kayu. Aku kesal sekali karena mereka sama sekali tidak bertanggung jawab.



Pernah sekali waktu malam hari sekitar jam 7 menjelang 8, pintu toko kami terbuka sedikit, tiba-tiba kami melihat Apui sedang duduk di sana, mengibaskan ekornya dengan semangat. Kami sekeluarga kaget sekali, karena sangat tidak aman untuknya malam-malam di luar, kasus penculikan anjing untuk dipotong sangat banyak. Kami memanggilnya masuk, dia terlihat ragu dan tidak berani. Memang biasanya dia hanya di luar saja, tidak diizinkan masuk karena pelanggan kami takut dengannya. Setelah memberinya jatah tulang ayam besok pagi, papa mengantarnya pulang.

Beberapa waktu yang lalu Apui sudah tidak mengunjungi kami, ternyata dia sudah diikat di rumahnya. Saat berada di lantai 3 aku dapat mendenggar gonggongannya, lewat sekitar 2-3 hari, pemiliknya tiba-tiba datang dan berkata kalau-kalau kami ingin mengadopsinya, kalau tidak akan dibawa ke tempat pemotongan.

Mendengar hal tersebut kami sangat marah sekaligus prihatin. Siangnya papa membawa Apui naik setelah memberi pemilik biaya kompensasi (padahal toh kami yang kasih makan). Kondisinya sangat buruk kata papa, sebelum di bawa naik dia sudah dimandikan terlebih dahulu. Apui terkurung di kandang ayam dan badannya penuh dengan lumpur. Saat papa menjemputnya dan memanggilnya, Apui sudah tidak bersemangat, malah tidak mau keluar.

Kami sama sekali tidak mempunyai tempat untuk memeliharanya, sementara ini kami meletakkannya di gudang. Meski ada sedikit kejanggalan yaitu ekor Apui tidak pernah lagi naik, sepertinya takut/tidak senang, dan lagi dia suka sekali menggigit dan menjilati ekornya. Setelah kami teliti lebih lanjut, ternyata ekor Apui terluka parah. (berikut gambar before after)



Awalnya kami ingin membersihkan dan memberi obat di luka tersebut, tapi begitu di pegang Apui langsung menggeram marah.  Lewat dua hari ekornya bertambah parah, dari yang basah tiba-tiba dagingnya tampak kemerahan, kami panik dan siangnya sekitar jam 1.30 aku dan papa membawanya ke dokter hewan.




Waktu itu aku sempat khawatir Apui akan ngompol di mobil, tapi untungnya tidak, malah dia anteng sekali. Setelah sampai di rumah sakit hewan, ternyata belum buka. Apui loncat dari jok mobil dan papa membawanya ke lahan kosong sebelah untuk jalan-jalan sementara aku duduk di lobi menunggu dokter.

Tidak lama kemudian seorang perawat datang, aku segera memanggil papa. Keduanya datang dan berhenti di depan parit yang sudah diberi jeruji besi. Apui tidak berani melewatinya dan papa harus menggendongnya masuk. Begitu sampai di dalam Apui tidak bergeming, kaki-kakinya menahan dan tidak mau jalan. Sementara papa sibuk menenangkannya, aku mengisi data-data pasien. Setelah timbang badan (16.7 Kg! Baru 3 bulan kami beri makan dan sudah seberat itu!), suster menyuruh kami masuk ke ruang praktek.

Ruangan praktek sangat bersih, Apui diletakkan dan wajahnya terlihat ketakutan. Setelah memasang sarung tangan, suster bertanya apakah dia berantem, kami jawab tidak, dia adalah anjing tetangga yang sudah tidak diinginkan dan kami adopsi, dia sering gigit ekor sendiri.

Pembersihan ekor Apui dimulai dengan mencukur bulu ekornya, baru saja lewat 1 menit Apui sudah menggeram, papa memeluk kepalanya dan mengelus-elusnya supaya tenang tapi masih saja tidak mau. Maka dari itu diputuskan untuk bius, dimana untuk bius pun sangat susah karena Apui tidak mau bebaring menyamping. Tapi untungnya setelah ditahan papa, obat bius masuk dan Apui sudah tidak begitu panik lagi, dia duduk kemudian berbaring. matanya mulai berat dan akhirnya tidak bergerak lagi meski matanya terbuka.

Suster mulai mencukur dan membersihkan luka, lukanya panjang sekali sekitar 10cm lebih, kata dokter meski tertidur Apui masih bias merasakannya karena ekornya terus melawan. Waktu pembersihan hamper selesai, ujung ekor Apui terlihat seperti akan putus, papa bertanya apakah tidak bisa langsung dipotong saja bagian yang luka, kata suster itu harus operasi besar dan sebenarnya ekornya masih bagus, jadi saying jika dipotong. Tapi karena ujungnya sudah hampir lepas sampai-sampai tulangnya terlihat, suster memotongnya dan reaksi yang diberikan Apui adalah kaki nya langsung bergerak, kasihan sekali, pasti amat sakit. Aku sempat menitikkan air mata karena tidak tega melihatnya kesakitan meski sudah dibius.



Setelah 1 jam berkutat, diakhiri dengan semprotan anti lalat dan memasangkan collar di lehernya supaya tidak dijilatnya, Apui siap dibawa pulang. Setelah membayar kami membawanya kembal  i ke gudang toko.

Pemasangan collar sama sekali tidak membantu, Apui masih bisa menjilat ekornya, dan itu membuat kami semua kesal, bagaimana bisa sembuh kalau dijilat terus? Tidak bisa mencegahnya dan kami hanya dapat berharap, semoga saja obat-obat antibiotik yang diberikan dapat membantu penyembuhan.



Sedikit informasi, luka di ekor Apui adalah dari dirinya sendiri yang stres kemudian berujung melukai diri sendiri, itu terjadi karena dia terbiasa bebas tidak dikekang maupun dikurung.  Kami pikir akan lebih baik jika dia dibelikan beberapa mainan meski tidak terlalu membantu, kami harus mengajaknya bermain barulah ia tidak mempedulikan ekornya. Apui sudah mulai bersemangat keesokan harinya, ekornya sudah mulai kering meski ia masing sering menjilatinya.

Nafsu makan Apui kian hari bertambah besar, aku dan mama keliling ke 3 supermarket untuk mencari makanan anjing, aku baru tahu, ternyata mencari makanan anjing lebih susah, setelah menemukan makanan anjing, aku juga membeli bola tenis untuknya (yang tidak ia mainkan, dia lebih senang main tarik-tarikan kain).



Sekitar 3-4 hari ekor Apui tidak lagi menjatuh, sudah mulai naik dan nakal, aku sendiri sudah tidak sanggup membawanya jalan-jalan karena bukan aku yang tarik malah dia yang menarikku, papa pun kewalahan menghadapinya.



Kalian tahu, kalau aku adalah pribadi yang menyukai anjing, sudah lama aku menginginkan seekor anjing, dan kini untuk waktu ini keinginan itu tercapai, kesenangan bercampur dengan kesedihan karena kami tidak memiliki tempat yang layak untuk memelihara anjing.

                         
Rumah selalu kosong dari jam 8 pagi sampai 8 malam, toko buka sampai jam 6 sore dan gudang bukanlah tempat yang bagus untuk peliharaan. Meski kami semua sangat menyayanginya, tetapi kesenangan Apui tetaplah yang terpenting, ia tidak suka diikat dan dikurung, ia suka kebebasan! Dengan berat hati kami harus mencari pemilik baru untuknya, tentunya yang bertanggung jawab dan dapat memberinya perhatian.

Saat ini Apui sudah sembuh, tiap pagi aku akan mengunjunginya di gudang untuk sarapan dan mengajarinya trik-trik (aku hanya bisa mengajarinya duduk, belakangan aku menyuruhnya untuk bersabar jangan makan dulu, malahan aku digonggong hahaha). Kadang setelah makan siang aku juga pergi untuk mengajaknya main, sore hari giliran mama yang melihatnya. Papa juga harus mengajaknya buang air setelah jam 3, malamnya jam 7 kami akan membawakannya makanan kemudian jalan-jalan di sekitar selama 1 jam dan baru mengajaknya main sebentar di gudang kemudian pulang.

Berikut adalah foto-foto ketika kami membawanya pulang ke rumah untuk jalan-jalan.



Kami sudah mengontak banyak kenalan, dan pas hari ini (21-09-2019) kami menemukan calon pemilik Apui. Dia adalah teman papa yang memiliki kebun. Di sana Apui bisa bebas berkeliaran dan memiliki pekerjaan tetap: mengusir tupai dan kera (semoga tidak sebaliknya).

Apui adalah anjing yang sangat ceria dan senang bermain. Pernah sekali aku tidak sengaja melepaskan sendal ku, dengan sigap langsung dicurinya dan dikibas-kibaskan, aku sampai harus menelepon papa supaya dia mengembalikannya padauk (ceritanya aku ngadu haha).

Dia juga ramah dan tidak galak. Kalau kami baru berpisah 2 menit dan bertemu lagi, dia akan memberikan reaksi seperti sudah 2 tahun tidak berjumpa. Lucunya, ia adalah penakut, tidak berani sama kecoak dan sering ditempeleng kucing, dia cuma berani dengan baskom mandinya. Pernah sekali ketika ada tukang sedang las besi Apui lari dan bersembunyi di bawah kolong, gemetaran dan tidak mau keluar saat dipanggil.

Apui juga setia, kami pernah bermain petak umpet, dia terus menerus mengelilingi gudang (gudang kami memiliki banyak sisi untuk besembunyi) dan lama sekali menemukannya, sungguh lucu sekali!

Besok kami sekeluarga akan mengantarkannya ke kebun teman papa, dan seandainya, seandainya Apui ingin mengikuti kami pulang (Apui tidak pernah mau naik mobil sendiri), jika kami memang berjodoh, papa bilang akan memeliharanya. (21/09/2019)

Update terbaru: besok Apui sudah seminggu di kebun! Kami akan mengunjunginya esok (28/09/2019)

Yang memakai topi adalah pemilik baru Apui.


Singkat cerita, Apui berlari kencang sekali mengikuti mobil kami saat kami hendak pulang (aku langsung nangis karena merasa bahwa kami tidak menginginkannya), tetapi waktu kami ingin menaikkannya ke mobil, Apui langsung lari.

Kebun itu jauh sekali, 60km lebih. Di sana ada berbagai pohon buah, kendang babi, kendang ayam, dan tentunya anjing! Banyak sekali, sekitar 4-5 ekor. Mama sempat nangis karena takut Apui akan berantem dengan mereka (bahkan ingin langsung membawanya pulang). Tapi nasi sudah menjadi bubur, Apui memang terlihat lebih betah di kebun, dia bebas, tidak dikekang dan kemungkinan besar dapat berkeluarga di sana.


Foto ini dikirim oleh pemilik baru Apui sehari setelah dia tinggal di sana.

            Aku dapat merelakannya karena Apui tidak akan stres di sana, dia bebas, tidak akan lagi menggigit diri sendiri! Karena itu aku dan mama sudah sepakat akan menunggu Apui menikah dan kami akan memelihara salah satu anaknnya, anaknya akan dipelihara di rumah sedari kecil, dengan begitu ia tidak akan stres jika tidak keluar rumah.

Terima kasih untuk waktu yang singkat ini, kau sangat berarti untuk kami semua (jangan curi sendal orang lain!).




Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~