Follow Me @fergiana.s

Saturday, July 27, 2019

Mengenai Tren dan Akal Sehat

July 27, 2019 2 Comments


Hai, aku akan menceritakan beberapa pemikiran yang membuat aku tidak bisa tidur beberapa waktu yang lalu.

Semua orang menyukai apa yang enak dipandang, dan semuanya itu berkaitan dengan apa yang ingin kita miliki. Entah itu barang atau jasa, yang enak dipandanglah juaranya. Dan semakin kesini keadaan memaksa kita supaya kita semua menjadi sama, apa maksudnya? Yah, artinya apa yang menjadi tren saat ini, itulah yang terbaik, sehingga apa yang sebenarnya kita sukai, menjadi suatu pilihan diantara tren-tren itu. Setidaknya itu yang terjadi di lingkunganku.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan ikut-ikutan tren, malahan untuk para pebisnis itu sangat menguntungkan. Hanya sayang saja kalau kita tidak memilih apa yang benar-benar kita sukai. Berapa lama suatu tren itu berakhir? Satu-dua tahun? Apakah kamu masih akan menyukai baju yang kalian beli karena tren dua tahun lalu? I don’t know about that, but for most people, mereka menggantungnya di lemari dan lagi-lagi mengikuti tren lainnya.

Don’t get me wrong; aku tidak melarang atau memandang bahwa mengikuti tren itu tidak baik. Cuma rasanya ganjal jika sesuatu yang biasanya kita sukai dan tiba-tiba orang-orang megikutinya dan menjadi mainstream, malahan mereka yang tidak tau apa-apa menuduh kita ‘ikut-ikutan’ tren. Seperti pertarungan diantara keduanya kalau-kalau siapa yang duluan ‘menyukai’ / ‘mengikuti’ tren tersebut.

Sebuah pengalaman dariku adalah, aku sangat suka dengan sebuah fashion yang dulunya masih bukan tren saat ini. Teman-teman yang lain menganggap kalau itu tidak keren dan kuno. Beberapa tahun kemudian, voila! Sekarang fashion tersebut booming! Label kuno menjadi modern, keren, tren, dan fashionable. Nah paham kah dengan alur pembicaraan ini?

Kalau kalian tidak suka dengan sesuatu kalian tidak perlu menghinanya dan menganggap itu lelucon. Kalau-kalau yang kalian pandang sebelah mata itu tiba-tiba menjadi… Viral? Kalian pasti lupa dengan cemoohan terdahulu dan mengikutinya. Tolong, tolong dan tolong simpan seluruh cemoohan kalian, tidak enak sekali mendengarnya!

Ah karena ini adalah kompliasi beberapa pemikiran aku akhir-akhir ini, aku akan lanjut ke topik selanjutnya.

Common sense. Akal sehat. Mungkin ini akan bertetangan karena setiap orang memiliki akal sehat masing-masing, dan cara mereka menyikapinya, seperti halnya makan bubur diaduk atau tidak, yah kira-kira seperti itu, oke? Hei! Tunggu dulu jangan berhenti membaca.

Aku kesal. Iya aku sedang mencurahkan isi hatiku di sini. Aku kesal dan aku tidak berani melakukan hal yang seharusnya wajar dan tiba-tiba saja menjadi tidak wajar.

Seseorang meminjam sesuatu dari ku, sesuatu itu amat, aku tekankan sekali lagi, amat-amat-amat berharga. Aku meminjaminya karena kupikir dia pantas dan orang yang bertanggung jawab.

Sesuatu itu dipinjam selama setahunan lebih, aku rasa orang tersebut lupa dengan ‘barang berharga’ yang sudah kupinjami, mau tidak mau aku harus buka mulut memintanya untuk mengembalikannya. Sampai di sini mungkin terlihat mudah, tapi apa kalian tau proses terbentuknya keberanian untuk meminta hak kepemilikanku? Hal yang seharusnya sangat masuk akal aku lakukan karena:
1.      Itu adalah barang milikku,
2.      Tidak salahnya aku mengingatkan seseorang mengenai hal yang harus dia lakukan (apalagi itu berkaitan denganku),
3.      Ada orang lain yang ingin meminjamnya,
4.      Aku khawatir kalau-kalau barang itu hilang.
Poin ke-4 terbentuk karena orang tersebut dicap pelupa, dan pemikiran aku mengenai dia yang bertanggung jawab hangus seketika.

Aku bergumul sendiri, untuk menggunakan kata-kata yang pas, hapus-ketik, itu yang aku lakukan selama beberapa waktu dan menentukan tanggal yang tepat untuk mengirim pesan sepanjang 12 kata, karena tanggal-tanggal itu kami akan bertemu. Aku bergumul karena aku takut orang itu tersinggung, lucu sekali ya pemikiran waktu itu, padahal aku tidak bersalah.

Alhasil orang itu menjawab bahwa ia belum selesai urusannya dengan barangku. Oh baiklah, setahun lebih dan belum selesai. Dan kali ini aku pikir setelah aku mintai mungkin tak lama lagi barang berharga itu akan dikembalikan padaku.

Itu hipotesa aku selama kurang lebih 4 bulan yang kemudian terbukti bahwa: aku salah.

Tanggal-tanggal lainnya dimana waktu kami akan bertemu lagi-lagi sudah dekat, kali ini aku tidak perlu ragu lagi, aku sudah mulai tidak sabaran karena image sebagai orang yang bertanggung jawab sudah lenyap, katanya kali ini akan dibawa saat bertemu. Tentu saja aku mengingatkannya berulang kali sebelum waktu pertemuan, sebelum berangkat. Naas saat tiba dia berkata bahwa ia lupa membawanya. Hahahaha.

Esoknya dia mengabari akan mengantarkan barang berharga ku. Ada sedikit basa-basi saat aku menerimanya dan mengucapkan bye-bye ketika dia pergi setelah selesai mengantarkan. Setelah aku buka, barangku bentuknya berbeda saat kupinjami setahun lebih yang lalu. Hahaha. Bagaimana perasaanku?

Blank. Mau kesal mau  ngamuk tapi ke siapa? Orangnya saja tidak minta maaf dan seperti tidak terjadi apa-apa kemudian mengembalikannya dalam keadaan seperti itu. Apakah aku harus mencarinya? Tapi harus bagaimana aku memulai percakapan?

Aku marah pada diri sendiri karena seharusnya aku memberi tahunya bahwa barang aku rusak dan selanjutnya dia yang mulai berbicara menceritakan bagaimana bisa barang tersebut rusak! Setidaknya berikan aku alasan dan mungkin, mungkin saja amarahku sedikit reda.

Tapi aku hanya diam saja dan di sini menuliskan seberapa kesalnya aku, dan berjanji tidak akan pernah lagi meminjamkannya sesuatu apapun itu. Aku kecewa.

            Aku kecewa dengan banyak hal, terutama pada diriku yang tidak berani membela apa yang seharusnya yang menjadi hak aku, dan membela itu adalah bagian sangat wajar! Aku kecewa karena aku tidak bisa berbuat apa-apa. But, Who am I to judge?

Setelah semua ini selesai aku tuliskan, aku tidak akan membicarakannya lagi, yep, aku menulis hanya untuk melampiaskan kemarahan. Aku yakin kalian sendiri memiliki pengalaman yang yahh, ada kemiripan denganku; Setidaknya aku tidak sendirian dan aku lega menyadarinya (ya, kurang ajar aku yak hehe).


Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)

Saturday, July 6, 2019

Tauco

July 06, 2019 1 Comments


Menurutku makan malam memiliki peran penting di keluarga ku. Di saat itulah kami sekeluarga dapat duduk dengan nyaman, menikmati lauk pauk sambil berbincang. Favorit ku selain menyuapkan makanan ke dalam mulut ialah sesi percakapan ini. Perbincangan kami sangat random, pekerjaan, gosip, sekolah, film, dsb.

Hari ini hari selasa, 2 Juli 2019 (ketika aku sedang menulis kalimat-kalimat ini). Beberapa hari ini pencernaanku tidak sehat, selalu kembung dan mual. Padahal jadwal makan teratur, mana sudah hampir beberapa kali ingin muntah, yah aku berasumsi asam lambung. Setelah minum obat dan menggosokkan minyak telon aku yakin akan berujung sembuh tak lama lagi (semoga). Aku sudah berobat ke dokter, tidak ada masalah besar.

Oh ya, lauk makan malam hari ini adalah tahu kukus tauco, ayam kecap dan sayur santan, aku tidak pandai masak dan kemungkinan besar nama-nama yang kusebut salah, jadi mohon koreksi. Malam ini porsi nasi ku lebih sedikit dari biasanya, kata mama kalau perut masih tidak enak lebih baik jangan makan terlalu kenyang. Berhubung hal tersebut, lauk yang cocok denganku hanya ayam dan tahu.

Aku sangat suka dengan tahu kukus tauco. Lebih tepatnya karena ada tauco. Jadi mala mini aku memberitahu kedua orangtua ku alasan aku menyukai tauco.
“Aku suka makan tahu ini karena ada tauco.”
“Loh? Kamu bisa makan tauco? Perut gak sehat makan keasinan boleh gak ya?” Tanya mama kemudian disambut sindiran oleh papa.
“Zaman dulu orang bisa makan 1 mangkuk bubur dengan lauk 2 butir tauco,” kata papa yang aku balas dengan anggukan semangat.
“Yep, aku pernah dengar hal tersebut dari guru mandarin ku dulu, guru yang tinggal di dekat rumah nenek, dia pernah bilang hal tersebut karena pas hari itu kami belajar tauco dalam bahasa mandarin. Aku dan koko waktu itu masih kecil, tidak tau apa itu tauco. Seusai les kami berdua pulang dan tak lama setelah itu, lao shi (sebutan guru dalam bahasa mandarin) ke rumah kami mengantarkan setoples tauco, katanya untuk nenek masak. Lao shi baik sekali, sengaja menunjukkan ke kami bahkan memberi kami tauco. Ah, aku rasa aku suka makan tauco gara-gara lao shi.”
“Guru yang manakah itu?” tanya papa.
“Ah, itu adik dari toko baju anak-anak di sekitar jl. Merdeka, lao shi baik sekali. Terakhir kali ketika Wei (nama koko ku) dan Hui (aku) sudah tidak les karena sibuk sekolah, lao shi sering menelepon suruh les tanpa harus bayar. Sekarang dia sudah tiada,” jawab mama.
“…”
“Lao shi pintar sekali loh! Dia bisa menggunakan kedua tangannya menulis. Mana bisa tulis terbalik dan garis-garis tata tulisan mandarinnya tepat semua! Katanya dulu lao shi itu kidal, karena di sekolah ditertawakan murid lain, lao shi belajar tangan kanan. Yang menakjubkan itu yang tadi aku bilang, dia nulis terbalik, misalkan aku duduk di seberangnya dan dia akan menulis ke arah aku, yang penting lagi tulisannya bagus sekali!”
“Yah, kamu pernah liat orang yang nulis di botol? Pakai kuas, itu lebih sulit,” kata papa.
“Yeah itu hebat, tapi aku kan tidak kenal orangnya, kalau ini kan beda, dia lao shi ku, jadi aku bisa memperkenalkannya, rasanya lebih ‘wah’ begitu, toh sama-sama hebat.”

Seusai itu kami membicarakan hal-hal lain lagi, seperti harga permen yang baru kubeli, merk sama beda rasa, aku membeli permen rasa lemon dan satu lagi blackcurrant. Anehnya rasa lemon lebih murah. Aku menghabiskan makan malam kemudian beranjak dari kursi ke kamar dan tenggelam dalam pikiran sendiri.

Lao shi adalah orang yang baik, dan aku sayang padanya. Saat aku masih les dulu, aku mengetahui bahwa dia memiliki seorang putra di Jakarta, dan suaminya sudah lama meninggal. Lao shi memelihara seekor kura-kura cacat, kaki nya hanya ada 3, dan kura-kura itu besar sekali, ia meletakkannya di baskom besar hitam di belakang rumah, biasanya diberi makan nasi putih. Lao shi cerita kura-kura itu tiba-tiba muncul dari paret depan rumahnya, karena kasihan maka dipungutnyalah dan dipelihara.

Kadang-kadang kalau aku lewat rumah lao shi aku jadi bernostalgia, percakapan paling sering adalah mengenai jalanan. Rumah lao shi rawan banjir karena sangat rendah, katanya ini semua gara-gara pemerintah mengaspal tanpa mengeruk aspal yang lama. Lama-kelamaan aspal-aspal menjadi lebih tinggi dari rumah, dan inilah akibatnya.

Lao shi suka menyanyi dan nenekku sering bilang kalau-kalau suaranya sangat merdu. Lao shi juga sering jogging sore, aku dan koko pernah ikut jogging bersamanya ke tepi laut. Selain hobi menyanyi, lao shi juga suka mengoleksi biji buah saga, di dapurnya banyak sekali toples-toples berisi buah saga.

Waktu aku kecil dulu aku tidak begitu suka belajar mandarin, tapi aku suka saat-saat les karena lao shi sering menceritakan hal-hal menarik. Misalkan mengenai mendiang suaminya. Suaminya lancar berbahasa Jepang, dulu suaminya pernah ditipu diajak ke Jepang untuk merantau. Tak taunya setelah sampai di sana orangnya kabur, alhasil suami lao shi harus tidur di teras rumah orang pada tengah malam dan bangun subuh sebelum orang-orang rumah bangun. Suami lao shi bekerja sebagai karyawan dari penjual stan-stan kecil, di sanalah ia mulai belajar kata-kata sedikit demi sedikit. Saat mengumpulkan uang yang cukup, barulah ia dapat pulang ke Indonesia. Lao shi juga bilang orang-orang Jepang sangat sopan, mereka selalu bilang “Hai!” dan membungkuk (lao shi mempraktekkannya dan aku tertawa sambil mengangguk-ngangguk).

Lao shi juga sering cerita saat tahun 1945, ia ke pelabuhan untuk mengibarkan bendera tanda bahwa merdeka. Kalau mengenai pelajaran, yang paling aku ingat adalah kata é±¼  (Yú)artinya ikan. Saat lao shi bilang Yú dan mengartikannya, dia menggunakan Fish. Aku tersenyum lebar karenanya,  menurut aku orang seusia lao shi dan bisa berbahasa inggris cukup jarang (waktu itu aku masih SMP) dan unik.

Aku sangat menghormati lao shi, aku menganggapnya sebagai bagian dari keluarga dan seorang sahabat. Tapi waktu berjalan begitu cepat sehingga aku harus fokus sekolah dan berhenti les. Kabar lao shi meninggal sampai ke telinga ku saat aku SMK, aku sedih sekali dan katanya bertempat di Jakarta sehingga aku tidak bisa melayat.

Menurut aku lucu sekali suatu barang bisa mengingatkan kita kepada seseorang, dan kita juga bisa menyukai suatu barang karena orang yang kita kagumi, homati, dekat (atau apa pun itu dalam maksud yang sama) karena barang itu mengingatkan kita pada orang tersebut.

Contohnya adalah tauco, jujur saja ini bukan pertama kali aku menceritakan kepada orangtua ku alasan aku menyukai tauco. Aku suka mengulangi cerita itu jika mendapati tauco di laukku. Rasanya seperti baru kemarin lao shi memanggil-manggil nama kami dari luar rumah untuk memberi tau kami seperti apa itu tauco dan menghadiahkannya untuk nenek.



Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)