Follow Me @fergiana.s

Saturday, November 10, 2018

Cerpen - Thanks to you, Paw!

November 10, 2018 1 Comments


Siang itu kampus sudah ramai dengan mahasiswa, aku sedang duduk di taman bersama teman-teman sekelas, mengerjakan tugas kelompok. Tidak sulit, bahkan kami sebenarnya sudah menyelesaikannya, tinggal presentasi lusa nanti. Aku sedang sibuk membalik-balikkan lembaran kertas novel, sesekali berhenti untuk mengikut percakapan teman-teman yang sedang berlangsung. Di sela-sela kesibukanku, aku mendengar tapak-tapak kaki yang ramai melewati kami. Itu adalah Oliver, senior yang populer di kampus kami. Yah, wajahnya bagus sih, ganteng. Tapi bukan itu saja yang membuatnya populer, dia pintar, ramah dan rajin. Bisa dikatakan populer dua sisi, sisi mahasiswa dan sisi dosen.
Oliv sedang mengajak anjing-anjingnya jalan santai. Kami sudah terbiasa melihat pemadangan seperti ini, ‘Oliv dengan kawanannya’ membuka eskul relaksasi bersama anjing-anjing lucu. Apakah aku menyebut anjing-anjing? Iya, kawanan Oliv ada puluhan. Jalan-jalan hari ini Oliv bersama Rupus dan Remus, si kembar yang merupakan sahabatnya. Biasanya ada 5-6 anggota yang ikut jalan santai, tumben-tumbenan sepi.
“Kak Oliv!” bisik Poppy kepada kami semua.
“Ikutan yuk, gak terlalu ramai kawanannya hari ini hehe” katanya lagi.
Serentak teman-temanku meninggalkan aku sendiri, mereka memang penggemar Oliv dan tak segan menunjukkannya. Aku hanya menggeleng kepala dan kembali fokus ke buku yang aku pegang. Sebenarnya aku ingin sekali ikut kawanan itu, tapi aku malas, harus basa-basi dengan orang yang tidak aku kenal dekat. Aku suka sekali dengan anjing-anjing. Ingin sekali aku memiliki satu saja! Tapi mama tidak memperbolehkan… Alhasil aku hanya bisa memelihara di handphone, sudah cukup senang dengan begitu.
Saat aku mencoba fokus kembali, tiba-tiba ada sesuatu menarik celana jeans ku. Aku melirik kebawah dan mendapati sebuntal bulu coklat raksasa sedang menggigit ujung celanaku! Aku tau jenis ini! Chow Chow! Ah jenis anjing besar yang merupakan favorit ku. Aku langsung memasukkan buku kedalam tas dan mengelus gemas kepalanya.
“Hei kawan, apa kau terpisah dengan kawananmu?” kataku sambil memijit-mijit pelan telinganya yang super halus.
“Aneh, seharusnya dengan ukuran sepertimu tidak akan lepas dari pandangan mereka.”
“Ah, aku harus mengembalikanmu ke mereka.”
Aku hendak menuntunnya jalan, tapi buntalan bulu itu malah baring telentang, mengajakku main. Gemasnya... Dengan tidak sabar aku langsung menyerang dengan gelitikan pelan. Dia membalasku dengan gigitan kecil di tangan, dan aku langsung mengelus kepalanya.
“Kamu suka main juga ya Paw.”
Aku memutuskan untuk memanggilnya Paw, kenapa? Tangan-tangannya lembut sekali! Berwarna pink, kenyal, tanpa kusadari aku menekan-nekan tangannya terus. Aku melepas tangannya dan mengelus kepalanya sekali lagi.
“Nah Paw, sudah selesai main-mainnya. Mari kembali ke asalmu.”
Aku memakai ranselku kemudian menuntun Paw menuju lapangan belakang, biasanya klub relaksasi selalu di sana saat jalan santai. Untuk menuju lapangan belakang, kami harus menelusuri lorong-lorong koridor dan jaraknya cukup jauh. Sejauh ini Paw menurut, tapi langkahnya terhenti ketika kami berada di lorong yang memiliki gang sempit. Di gang sempit itu ada suatu benda putih, tidak jelas apa itu, pastinya Paw langsung berlari ke sana dan menggigit benda putih itu.
“Hei! Jangan makan itu!” pekikku kaget. Paw sepertinya terkejut dan tidak mau mendekati ku setelah aku memekikknya. Aku tidak sengaja! Refleks berteriak, aku takut Paw sakit memakan benda-benda aneh.
“Sayang, ayo kemari. Mana mulutmu, ayo keluarkan,” aku mencoba untuk membuka mulut Paw, sayangnya tidak bergeming. Paw malah berlari, menjauhi ku. Anehnya tubuh yang besar itu lincah sekali. Aku mengejarnya dengan susah payah, di tengah lorong aku bertemu dengan dosen,
“Tugas kalian sudah dikumpul?”
“Sudah kami e-mail kan pak”
“Oke nanti saya cek, jangan berlarian ya kamu,” katanya kemudian meninggalkan aku yang mengangguk pelan.
Celaka! Aku kehilangan jejak Paw! Aku mondar-mandir di sekitar lorong, barangkali Paw masuk ke salah satu kelas, yep, di lorong besar ini ada puluhan bahkan hampir mencapai ratusan kelas! Terkutuklah diriku karena sudah memaki Paw tadi, sekarang dia takut padaku dan entah di mana dirinya, mungkin perutnya mulai sakit karena benda putih sialan itu (aku asumsi itu tisu! Entah siapa yang membuang sembarangan).
Aku berlari-lari kecil dengan kepala mendongak ke arah kelas, dan aku menubruk seseorang.
“Aduh!”
“Maaf! Maaf maaf, aku sedang mencari sesuatu,” aku mendongak dan mendapati Oliv sedang memegang dagunya.
“Ah iya tidak apa, kepalamu tidak apa?” aku membalasnya dengan gelengan. Oliv tersenyum dan pamit pergi. Aku juga mengucap selamat tinggal, tapi kemudian aku ingat, kemungkinan ia sedang mencari Paw! Kutarik lengannya dan sekali lagi dagunya terpentok kepalaku.
“Kakak cari Paw ya?”
“Hah? Paw?” katanya sambil meringis.
“Chow chow, anjing coklat yang besar itu.”
“Iya, kamu nampak dia?”
“Tadi dia bersamaku! Main bareng, lari-lari, makan tisu dan dosen menyapaku, aku mencari- …”
“Makan tisu?”
Ah bodoh sekali aku. Dengan cepat aku memberi tahu rinciannya, Oliv mengangguk-ngangguk dan ber-oh menanggapi ceritaku.
“Terakhir kali dia di lorong ini. Mungkin dia masuk salah satu kelas.”
“Baiklah, makasih. Aku akan mencarinya.”
“Akan aku bantu!” Kataku kemudian berjalan mendahuluinya.
Oliv berjalan di belakangku, kami mencari kelas demi kelas di lorong ini sampai sore hari. Tidak ada Paw ataupun kucing sekalipun. Aku duduk di bangku panjang sambil mengadahkan kepala ke langit-langit. Capek sekali.
“Hei, istirahat saja dulu…” Kata Oliv kemudian duduk di sampingku.
“Aku khawatir dengan Paw.”
“Tenang, ini kampus, dia tidak akan hilang.”
Aku tidak membalas perkataannya, sibuk memikirkan perut Paw.
“Apa kamu suka anjing?”
“Banget! Tapi mama tidak kasih aku memelihara mereka.”
“Kenapa?”
“Yah tidak ada tempat untuk memelihara, kami jarang di rumah. Setelah dipikir-pikir kasihan juga kalau aku maksa, makanya aku cuma pelihara di handphone.” Aku langsung mengeluarkan handphone dan menunjukkan ‘peliharaan’ ku. Oliv tertawa kemudian mengelus kepalaku.
“Aku juga main game itu, aku sudah punya 58 jenis anjing, kamu berapa? Favoritku adalah-” aku tidak memperhatikan kata-katanya, masih terpaku dengan ingatan tangannya yang mengelus kepalaku. Untung pagi ini aku berkeramas.
“Paw!” Kataku tiba-tiba. Oliver tersenyum kecil.
“Sudah ditemukan.”
“Hah?”
“Setengah jam lalu saat kita mulai mencari bersama, Remus meneleponku, katanya Paw menghampiri mereka sambil menggigit tisu-tisu bekas.”
“Kenapa?”
“Maksud kamu?”
“Kenapa kamu tidak memberitahu!”
“Ah, aku sempat memanggil kamu berkali-kali, kamunya gak nyahut. Yaudah aku temani aja kamu lari-larian.”
“…”
            Aku mengerutkan dahi dan menggigit bibir, kebiasaan kalau aku sedang kesal. Yah seingatku Oliv memang sempat memanggilku, tapi aku terlalu fokus mencari dan mengabaikannya.
            “Baiklah, setidaknya dia tidak makan tisu itu.”
            “Benar.”
            Aku bermaksud untuk duduk lebih lama lagi, tapi Oliver masih belum beranjak. Malah menatapku, membuat aku tidak nyaman. Apa ada sesuatu di wajahku?
            “Aku Oliver,” Katanya mengulurkan tangan.
            Aku menatapnya bingung, dan baru membalas uluran tangannya ketika sadar kami belum ‘resmi’ berkenalan.



Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini, jangan lupa react, comment dan share! Komentar kalian selalu berarti buatku! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)

Saturday, November 3, 2018

A Magic Spell

November 03, 2018 4 Comments


Saat aku dibonceng beberapa waktu yang lalu, temanku bertanya apakah berat badan aku berrtambah. Aku jawab iya, karena memang begitu. Maklum, makan-tidur-repeat. Yang menjadi pokok pembahasan kali ini adalah, bagaimana perasaan orang jika ditanya hal seperti itu? Yah, berat badan kan pertanyaan yang lumayan sensitif untuk perempuan (orang kurus juga sih). Aku pun sebenarnya kurang senang ditanya mengenai hal itu, jikalau berat aku sedang ringan, hanya senang kalau sedang berat (bahkan aku akan menyebar tentang kenaikan berat badan aku ke orang-orang dekat). Di post kali ini aku ingin mengajari kalian sebuah mantra.

Sebelumnya, ada pertanyaan. Sopan tidak sih tanya hal-hal yang sensitif? Sensitif itu seperti apa?

 Kalau menurut aku, hal yang ada kaitannya dengan diri sendiri. Misalkan berat badan, tinggi badan, postur badan, dan lain-lain deh. Memangnya siapa sih yang gak tau sama fisik sendiri? Yakali kamu tidak sadar kalau kamu itu pesek (MISALKAN), terus pada bilang, “Eh ternyata hidung kamu pesek juga ya”, “Kenapa gak nyoba oplas aja?”. Dan setelah orang itu oplas, kalian bakal bilang, “Eh kamu oplas ya? Jadi mancung dih.”

Kan kesal?

Kalau benar mau ngomentarin orang, lihat dulu dan pikir berulang kali. Orang ini mau/tidak kita kasih tau, kalau udah kenal orangnya sensi dan kalian masih juga kalian komentar itu artinya kalian mau menjatuhkan orang. Jadi boleh nih kalau orangnya ga baperan? Nah ini nih yang mau ditegaskan.

Kalau kalian sudah menyakiti hati orang, kalian ngomong satu kata ‘baperan ih’.

Asal kalian tau, baperan itu wajar. Aku punya perasaan, kamu punya perasaan, tapi nalar dipakai juga. Gak enak banget rasanya kalau dikasih tau hal sama berkali-kali, yang memang udah jelas banget gitu.

“Jerawat kamu besar banget!” oke lewatkan, memang besar kok.
“Ih kesal liat jerawat kamu, pengen gua pencet.”
“Aduh fer, gak fokus ngomong sama kamu. Jerawat ituloh.”

Iya nih, aku tau jerawat di muka aku besar banget sampai kamunya gak fokus. Tapi mau gimana lagi? Dari sananya udah gitu, kamu mau bilang berapa kali juga gak langsung sembuh. Jerawat masih bisa ditoleransi, tidak permanen. Nah! Yang bersifat sementara saja kita risih, gimana kalau yang dibilang itu jidat misalnya.

“Itu jidat atau landasan pesawat?”

Kalian pikir itu lelucon? Oh jelas itu bisa membuat beberapa orang di sebelah kalian tertawa. Bagaimana perasaan orang yang kalian jadikan bahan tawaan itu? Mohon dikaji ulang teman-teman. Hal yang pada hakikatnya seperti itu tidak usah kalian ucapkan ke si pemilik. Simpan saja untuk sendiri.

Orang-orang paling tidak suka dikatain mengenai fisik, bisa jadi gak percaya diri. Mental masing-masing berbeda, kalau sebelumnya aku bilang pikir-pikir dulu sebelum ngomong, maka aku akan membenarkan lagi. Lebih baik kalian simpan saja sendiri, lebih damai begitu. Lebih baik kalian komentar yang baik-baik saja, gak rugi kan kalau nyemangatin orang?

“Rambut kamu bagus banget!”
“Tulisan kamu rapi ya, cantik.”

Nah, aku ucapkan selamat! Kamu sudah bisa menyihir. Orang yang baru saja kamu puji sedang berbunga-bunga, dan itu adalah ‘mantra’ yang kamu ucapkan. Aku mengajarkan mantra ini ke kalian dengan harapan sering dipakai loh! Mantra ini manjur dan tidak ada konsekuensinya. Makanya, ayo mulai sihir orang-orang sekitarmu.



Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini, jangan lupa react, comment dan share! Komentar kalian selalu berarti buatku! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)