Follow Me @fergiana.s

Saturday, April 6, 2019

Petualangan Absurd VIII - Blood of the Wind



Aku sedang berada di mobil, hari ini aku pindah rumah ke kota baru. Selama perjalanan aku tertidur dan bermimpi tentang sepupu-sepupuku. Sepupuku dan kedua adiknya tinggal di rumah baru, rumah asing yang sama sekali belum pernah kulihat. Rumah itu gelap, berlantai dua, lantai satu digunakan untuk bisnis orang tua mereka. Lantai dua adalah tempat mereka tinggal, banyak ruangan yang belum sempat aku jelajahi, tapi ada suatu ruangan kecil di pojok kiri tepat di samping dapur. Ruangan itu gelap sekali dan tidak dipasang bohlam lampu, satu-satunya sumber cahaya yang didapat adalah pintu masuk berukuran dua meter jikalau pintu itu terbuka.

“Ce, kalau mau istirahat ke kamar tamu saja, kami mau main-main di kamar ini dulu,” kata si sulung sambil menunjuk kamar gelap itu.
“Main? Main apa kalian. Gelap gitu.” Tanyaku penasaran.
“Nangkap hantu ce. Hantu ceweknya gak mau keluar terus.” Sahut si kembar.

Tanpa sadar aku langsung melirik ke dalam, sesaat aku melihat sesosok bayangan hitam di pojok kamar, meski kamar itu gelap tapi sosok itu tampak lebih hitam lagi, rambutnya pekat panjang, hanya sekilas tapi aku pasti kalau-kalau memang ada ‘sesuatu’ di kamar itu.
“Udah sampai.”

Mama menggoncang-goncang tubuhku pelan, ku renggangkan badanku kemudian turun dari mobil mendapati sebuah bangunan tinggi berwarna abu-abu. Kami pindah ke sebuah apartemen besar yang terletak di tengah kota. Ada 8 lantai, dan kami menempati lantai 6 kamar ke 4.

Bangunan apartemen ini seperti bau cat, baru dan tidak indah sedikitpun. Lantai dasar hanya  ada tangga-tangga aneh berwarna hijau, aneh karena itu tidak seperti tangga-tangga biasanya. Berbentuk memanjang dan bolong-bolong persegi panjang dengan sisi oval, seperti rak piring, tempat biasa kalian mengeringkan piring-piring setelah dicuci. Jujur saja aku tidak begitu mengerti cara menaikinya, karena tangga-tangga itu dapat bergerak sendirinya. Maka aku dan mama menaiki apartemen ini menggunakan elevator yang tampaknya tidak begitu aman juga. Lampu elevator sering disko, dan untungnya kami dapat sampai di rumah baru dengan selamat.

Besoknya aku masuk ke sekolah baru, jendela kelas besar sekali dan langit abu-abu turut berteriak, badai akan segera menghantam. Guru sekolah mengumumkan kelas diliburkan dan kami boleh pulang sebelum badai tiba. Aku berjalan kaki bersama seorang anak perempuan yang sekelas denganku, rambutnya pendek pas di bawah telinga dan mengenakan t-shirt putih, celana pendek tosca. Aku berjalan di depan, tiba-tiba angin kuat menghembus, langkah kakiku mengeluarkan sederet darah, jauh sekali jaraknya sekitar 70-80cm di aspal. Aku berhenti dan melihatnya, barangkali itu sudah ada sedaritadi, aku saja yang telat menyadarinya. Aku melanjutkan perjalanan, dari jauh aku sudah nampak rel kereta api, dan bangunan apartemen yang tepat di depan rel itu.

Lampu-lampu jingga yang tadinya menerangi jalan kini padam, tampaknya mati lampu. Sekali lagi angin menghembus kuat, lagi-lagi darah mengucur begitu saja. Anak perempuan itu menarik lenganku berkata,

“Jangan lakukan itu lagi, mamaku tidak suka,” Katanya kemudian berjalan di depanku melewati rel kereta api.

Aku melihat telapak tanganku, kekuatan tidak berguna apa ini? Dan lagi-lagi angin bertiup kencang, refleks anak itu melihat kearahku dan aspal, tidak ada lagi darah, ia kemudian memasuki gedung apartemen. Aku mengikutinya perlahan, di dalam semuanya berwarna hijau dan elevator tidak hidup. Anak itu menatap lama tangga-tangga hijau aneh yang mulai bergerak.

“Aku tinggal di lantai 4, kau ikut aku saja ya. Gampang kok naiknya.” Aku melihatnya mulai ‘mendaki’ tangga-tangga aneh itu, bergidik ngeri sebab tinggi sekali! Bentuk tangganya lurus seperti tiang yang terdiri dari lidi-lidi kecil dan tipis, kadang-kadang terjulur keluar untuk tapakan kaki kita. Saat mendongakkan kepala aku melihat seorang ibu-ibu sedang melotot kearah kami dari lantai 4, anak itu terus mendaki dan mau tidak mau aku harus coba menaikinya.

Rupanya memang tidak sulit, anak itu berhenti di lantai 4 dan ibu-ibu seram itu langsung menyeret kerah bajunya kedalam rumah. Dari dalam aku dapat mendengar suara teriakan dan pukulan. Aku tidak ingin ikut campur maka belanjut menaiki tangga ke rumahku. Begitu sampai aku langsung masuk dan mendapati ruangan gelap dan di depan pintu banyak tumpukan-tumpukan baju berserak,

“Halo, mau makan dulu?” Tanya mama dari arah kamarnya.

-o0o-

Hai hai halo! Seperti biasa petualangan absurd endingnya gantung! Untuk yang pertama kali baca pasti bingung ya.. So bagi yang masih kurang ngerti apa itu petualangan absurd akan aku jelasin~

Petualangan absurd itu adalah mimpiku, jadi memang feel nya aneh plus endingnya selalu menggantung. Alasan kenapa aku menuliskannya? Yah karena menurutku mimpi-mimpi ini cukup keren dan aku pingin sharing ke kalian (well siapa tau dapat menghibur kalian). Nah Petualangan Absurd punya beberapa part loh! Kalian bisa search di tombol sebelah kanan dengan keyword ‘Petualangan Absurd’, enjoy your read!

Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)

No comments:

Post a Comment