Follow Me @fergiana.s

Saturday, July 6, 2019

Tauco



Menurutku makan malam memiliki peran penting di keluarga ku. Di saat itulah kami sekeluarga dapat duduk dengan nyaman, menikmati lauk pauk sambil berbincang. Favorit ku selain menyuapkan makanan ke dalam mulut ialah sesi percakapan ini. Perbincangan kami sangat random, pekerjaan, gosip, sekolah, film, dsb.

Hari ini hari selasa, 2 Juli 2019 (ketika aku sedang menulis kalimat-kalimat ini). Beberapa hari ini pencernaanku tidak sehat, selalu kembung dan mual. Padahal jadwal makan teratur, mana sudah hampir beberapa kali ingin muntah, yah aku berasumsi asam lambung. Setelah minum obat dan menggosokkan minyak telon aku yakin akan berujung sembuh tak lama lagi (semoga). Aku sudah berobat ke dokter, tidak ada masalah besar.

Oh ya, lauk makan malam hari ini adalah tahu kukus tauco, ayam kecap dan sayur santan, aku tidak pandai masak dan kemungkinan besar nama-nama yang kusebut salah, jadi mohon koreksi. Malam ini porsi nasi ku lebih sedikit dari biasanya, kata mama kalau perut masih tidak enak lebih baik jangan makan terlalu kenyang. Berhubung hal tersebut, lauk yang cocok denganku hanya ayam dan tahu.

Aku sangat suka dengan tahu kukus tauco. Lebih tepatnya karena ada tauco. Jadi mala mini aku memberitahu kedua orangtua ku alasan aku menyukai tauco.
“Aku suka makan tahu ini karena ada tauco.”
“Loh? Kamu bisa makan tauco? Perut gak sehat makan keasinan boleh gak ya?” Tanya mama kemudian disambut sindiran oleh papa.
“Zaman dulu orang bisa makan 1 mangkuk bubur dengan lauk 2 butir tauco,” kata papa yang aku balas dengan anggukan semangat.
“Yep, aku pernah dengar hal tersebut dari guru mandarin ku dulu, guru yang tinggal di dekat rumah nenek, dia pernah bilang hal tersebut karena pas hari itu kami belajar tauco dalam bahasa mandarin. Aku dan koko waktu itu masih kecil, tidak tau apa itu tauco. Seusai les kami berdua pulang dan tak lama setelah itu, lao shi (sebutan guru dalam bahasa mandarin) ke rumah kami mengantarkan setoples tauco, katanya untuk nenek masak. Lao shi baik sekali, sengaja menunjukkan ke kami bahkan memberi kami tauco. Ah, aku rasa aku suka makan tauco gara-gara lao shi.”
“Guru yang manakah itu?” tanya papa.
“Ah, itu adik dari toko baju anak-anak di sekitar jl. Merdeka, lao shi baik sekali. Terakhir kali ketika Wei (nama koko ku) dan Hui (aku) sudah tidak les karena sibuk sekolah, lao shi sering menelepon suruh les tanpa harus bayar. Sekarang dia sudah tiada,” jawab mama.
“…”
“Lao shi pintar sekali loh! Dia bisa menggunakan kedua tangannya menulis. Mana bisa tulis terbalik dan garis-garis tata tulisan mandarinnya tepat semua! Katanya dulu lao shi itu kidal, karena di sekolah ditertawakan murid lain, lao shi belajar tangan kanan. Yang menakjubkan itu yang tadi aku bilang, dia nulis terbalik, misalkan aku duduk di seberangnya dan dia akan menulis ke arah aku, yang penting lagi tulisannya bagus sekali!”
“Yah, kamu pernah liat orang yang nulis di botol? Pakai kuas, itu lebih sulit,” kata papa.
“Yeah itu hebat, tapi aku kan tidak kenal orangnya, kalau ini kan beda, dia lao shi ku, jadi aku bisa memperkenalkannya, rasanya lebih ‘wah’ begitu, toh sama-sama hebat.”

Seusai itu kami membicarakan hal-hal lain lagi, seperti harga permen yang baru kubeli, merk sama beda rasa, aku membeli permen rasa lemon dan satu lagi blackcurrant. Anehnya rasa lemon lebih murah. Aku menghabiskan makan malam kemudian beranjak dari kursi ke kamar dan tenggelam dalam pikiran sendiri.

Lao shi adalah orang yang baik, dan aku sayang padanya. Saat aku masih les dulu, aku mengetahui bahwa dia memiliki seorang putra di Jakarta, dan suaminya sudah lama meninggal. Lao shi memelihara seekor kura-kura cacat, kaki nya hanya ada 3, dan kura-kura itu besar sekali, ia meletakkannya di baskom besar hitam di belakang rumah, biasanya diberi makan nasi putih. Lao shi cerita kura-kura itu tiba-tiba muncul dari paret depan rumahnya, karena kasihan maka dipungutnyalah dan dipelihara.

Kadang-kadang kalau aku lewat rumah lao shi aku jadi bernostalgia, percakapan paling sering adalah mengenai jalanan. Rumah lao shi rawan banjir karena sangat rendah, katanya ini semua gara-gara pemerintah mengaspal tanpa mengeruk aspal yang lama. Lama-kelamaan aspal-aspal menjadi lebih tinggi dari rumah, dan inilah akibatnya.

Lao shi suka menyanyi dan nenekku sering bilang kalau-kalau suaranya sangat merdu. Lao shi juga sering jogging sore, aku dan koko pernah ikut jogging bersamanya ke tepi laut. Selain hobi menyanyi, lao shi juga suka mengoleksi biji buah saga, di dapurnya banyak sekali toples-toples berisi buah saga.

Waktu aku kecil dulu aku tidak begitu suka belajar mandarin, tapi aku suka saat-saat les karena lao shi sering menceritakan hal-hal menarik. Misalkan mengenai mendiang suaminya. Suaminya lancar berbahasa Jepang, dulu suaminya pernah ditipu diajak ke Jepang untuk merantau. Tak taunya setelah sampai di sana orangnya kabur, alhasil suami lao shi harus tidur di teras rumah orang pada tengah malam dan bangun subuh sebelum orang-orang rumah bangun. Suami lao shi bekerja sebagai karyawan dari penjual stan-stan kecil, di sanalah ia mulai belajar kata-kata sedikit demi sedikit. Saat mengumpulkan uang yang cukup, barulah ia dapat pulang ke Indonesia. Lao shi juga bilang orang-orang Jepang sangat sopan, mereka selalu bilang “Hai!” dan membungkuk (lao shi mempraktekkannya dan aku tertawa sambil mengangguk-ngangguk).

Lao shi juga sering cerita saat tahun 1945, ia ke pelabuhan untuk mengibarkan bendera tanda bahwa merdeka. Kalau mengenai pelajaran, yang paling aku ingat adalah kata é±¼  (Yú)artinya ikan. Saat lao shi bilang Yú dan mengartikannya, dia menggunakan Fish. Aku tersenyum lebar karenanya,  menurut aku orang seusia lao shi dan bisa berbahasa inggris cukup jarang (waktu itu aku masih SMP) dan unik.

Aku sangat menghormati lao shi, aku menganggapnya sebagai bagian dari keluarga dan seorang sahabat. Tapi waktu berjalan begitu cepat sehingga aku harus fokus sekolah dan berhenti les. Kabar lao shi meninggal sampai ke telinga ku saat aku SMK, aku sedih sekali dan katanya bertempat di Jakarta sehingga aku tidak bisa melayat.

Menurut aku lucu sekali suatu barang bisa mengingatkan kita kepada seseorang, dan kita juga bisa menyukai suatu barang karena orang yang kita kagumi, homati, dekat (atau apa pun itu dalam maksud yang sama) karena barang itu mengingatkan kita pada orang tersebut.

Contohnya adalah tauco, jujur saja ini bukan pertama kali aku menceritakan kepada orangtua ku alasan aku menyukai tauco. Aku suka mengulangi cerita itu jika mendapati tauco di laukku. Rasanya seperti baru kemarin lao shi memanggil-manggil nama kami dari luar rumah untuk memberi tau kami seperti apa itu tauco dan menghadiahkannya untuk nenek.



Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)

1 comment: