Follow Me @fergiana.s

Tuesday, September 25, 2018

Vision



Halo, sengaja aku post di luar jadwal karena udah lama banget aku tidak update! Kalian tahu, setelah aku mengalami infeksi telinga untuk waktu yang cukup lama hidupku seperti hilang separuh. Aku baru benar-benar sadar bahwa telinga dan seluruh anggota tubuh yang aku miliki ini penting, maksudku untuk pertama kalinya aku memperhatikan detail tersebut. Biasanya aku bangun pagi dengan sedikit terpaksa, mengantuk, dan kadang malah ketiduran lagi. Hari-hari ini aku terbangun entah tengah malam atau subuh karena merasa ada cairan yang keluar dari telinga dan aku harus bergegas mengelapnya, tidak ada waktu untuk mengantuk, tidak nyenyak sama sekali. Bagaimana dengan makan? Semata hanya untuk mengganjal perut agar tidak lapar, seperti yang sudah kusebutkan, hilang separuh. Meski aku masih bisa menggunakan indera pengecap tapi aku tidak bisa menikmatinya.

Telinga kiriku dinyatakan infeksi. Awalnya sakit, kukira semacam bisul di dalam dan aku mengoleskan salap khusus. Tiga hari kemudian sakitnya hilang, berganti dengan cairan kuning yang keluar. Saat aku baring, aku seperti tenggelam, ya, cairan tersebut memenuhi lubang telinga kiri ku. Dokter menghisap cairan-cairan tersebut dan memberi obat untuk diminum. Efeknya bagus, telingaku kering dan tidak lagi mengeluarkan cairan. Suatu malam ketika obatku tersisa 2 pil, aku merasakan sakit yang teramat. Kukira jika tahan dan memaksa tidur semua dapat berlalu. Tapi aku salah. Jam 2 pagi aku duduk bersandar bantal, memejamkan mata sampai jam setengah tiga aku baru meminum sereal dan obat. Setelah itu barulah aku bisa tidur.

Keesokan harinya dan aku mengunjungi dokter. Dokter menghisap cairan tersebut dan memberiku obat nyeri. Katanya telingaku sudah bagus, obat hanya perlu diminum saat meradang. Sayangnya pil itu benar-benar hanya menahan rasa sakit, telingaku tidak kunjung sembuh, malah cairan yang dikeluarkan semakin banyak. Ketiga kalinya aku mengunjungi dokter dan ia berkata telingaku kembali bengkak. Ia menyedot cairan sebanyak 4-5 kali. Biasanya hanya 1-2 kali, jadi dapat dikatakan memang sudah penuh. Dia memberiku obat-obatan yang dapat mengeringkan cairan tersebut. Katanya jika telingaku penuh dengan cairan lagi aku harus kembali lagi untuk menyedotnya.

            Jujur aku sendiri tidak yakin dengan perawatan ini, aku sudah tiga kali dan menurut dokter penyebab infeksi adalah, keseringan membersihkan telinga yang tentunya bukan. Aku membersihkan telinga seminggu sekali dan itu masuk ke dalam kategori wajar. Mama dan papa juga mulai ragu, sebab obat yang aku konsumsi sama sekali tidak mengurangi rasa perih dan cairan tersebut malah semakin banyak. Maka mereka memutuskan untuk membawa aku ke Johor Bahru, Malaysia.

            Sebelum aku menceritakan proses pengecekan di JB, aku akan memberi tahu keadaaan aku selama infeksi telinga ini terjadi. Kata ‘tidak enak’ tentu tidak cukup. Yang namanya sakit tentunya tidak enak dong? Utamanya yang kurasakan adalah, separuh dari tubuhku seperti mati rasa. Dari segi kesadaran dan ‘penglihatan’ berkurang 65% (karena rasa-rasanya lebih dari setengah).

Biasanya manusia bereaksi terhadap suara-suara bukan? Sayangnya dengan satu telinga saja aku kehilangan insting tersebut. Aku seperti kehilangan ‘penglihatan’, dan itu menyiksa ku. Rasanya aku tidak seperti sedang menghirup oksigen, rasanya aku sedang tenggelam dan terkadang aku sesak nafas, bagaimana dengan tidur? Aku sungguh berharap dengan tidur dapat rileks sebentar, barangkali ini hanya mimpi buruk. Sayangnya tidak, aku sering terjaga dan susah terlelap. Jika berbaring telingaku serasa ditekan-tekan dan nafasku mulai memburu sesak. Semua itu kualami karena telinga kiriku tidak berfungsi secara maksimal.

Bagaimana dengan makan? Wah karena kejadian ini aku tidak diperbolehkan untuk kawat gigi. Rahang sebelah kiri ikut sakit ketika telinga meradang, seluruh gusi nyeri. Parahnya saat aku membuka mulut untuk memasukkan makanan juga terasa sakit, bahkan ketika aku tertawa. Untuk beberapa saat aku hanya bisa memakan yang lembut-lembut saja.

Segala aktivitas tidak menyenangkan bagiku, bahkan saat menonton drama cina yang bagus aku tidak sepenuhnya enjoy, bagaimana bisa? Jika suara yang kau tangkap hanya minim, rasanya seperti ada tembok menghalangi saja. Mana penyebab infeksi ini juga belum jelas diketahui, membuat segalanya semakin sulit saja. Aku jadi lebih sering melamun saat menjalani kegiatan, ya, sudah seperti pengganti hobi-hobiku yang lain.

Saat berangkat ke JB aku membawa novel ‘Five Little Pigs’ oleh Agatha Christie, di dalam kapal sangat berisik dan untungnya aku tidak merasa ‘kosong’ saat berada di sana. Sebab pendengaranku menjadi padat dan aku bisa berkonsentrasi membaca. Untuk pertama kalinya aku bisa relax sejak infeksi ini terjadi. Ketika aku berjalan dan terpisah dari mama dan nenek, aku harus sering-sering menoleh ke belakang jika aku berjalan di depan, barangkali mereka sedang memanggilku, karena itu aku lebih suka berjalan di belakang.

Hari pengecekan tiba, aku masih asyik membaca buku menunggu dokter datang. Nenekku juga ikut memeriksa, tenggorokannya kering. Nenek mendapat urutan pertama, katanya dia harus mengecek bagian dalam hidung menggunakan selang. Setau aku, nenek orangnya tahan sakit, dan dia bilang sakit sekali, terkadang bisa bengkak. Mendengar hal tersebut, mama memberi bumbu-bumbu takut kepada ku, berkata bahwa akupun nanti begitu. Selang? Hidung? Pagi itu aku berdoa sepanjang penantian.

Sesudah nenek keluar, pasien berikutnya adalah aku. Mama menemaniku masuk, kesan pertama untuk dokter tersebut adalah aneh. Dia memakai sebuah alat di kepalanya, sepertinya berfungsi sebagai senter, juga sebuah masker dan yang paling aneh adalah plastik yang ia kalungkan sekitar pinggang bak celemek. Dibalik itu adalah kemeja kotak-kotak biru berlengan panjang dan celana panjang hitam. Kaus kaki putih tua beserta sepatu hitam yang sudah tidak mengkilat. Dan ya, aku memang terbiasa memperhatikan detail-detail kecil.

Aku duduk di kursi sebelah pintu dan mama di dekat meja. Sebelum memeriksa, dokter sempat menanyakan apakah tenggorokan dan hidungku sakit atau terasa tidak enak dan dengan mantap aku menjawab tidak. Tentunya dokter tetap mengecek hidung dan tenggorokan, dia menggunakan semacam alat untuk mencongkel hidungku, gosh, cukup sakit, dan alat-alat lainnya untuk menekan-nekan lidah ku. Semua alat tersebut kemudian dibuang ke tong sampah. Dia menyuruhku untuk duduk di kursi lain, kali ini menyedot cairan dan pengecekan bagian mana yang sakit dari telingaku. Dokter menyuruh kami menunggu sebentar setelah beberapa pasien berikut, akan ada pengecekan lainnya.

Kali ini saat menunggu aku tidak lagi membaca buku, sibuk memikirkan jangan-jangan aku akan dimasukkan selang-selang kedalam hidung atau tenggorokan. Tidak lama setelah itu aku dipanggil keruangan satunya lagi, seorang perawat menyuruhku duduk dan dia memasukkan sebuah alat yang menimbulkan dengungan suara kedalam telingaku. Setelah itu alat yang tersambung ke sebuah mesin mencetak suatu laporan, entahlah apa itu aku tidak sempat bertanya karena aku disuruh masuk ke sebuah kotak besar mirip kulkas, aku menanyakan apakah boleh membawa handphone masuk dan ia memperbolehkan. Di dalam ‘kulkas’, terdapat kursi sofa abu-abu menempel ke sisi dinding, di sisi kanan sebuah alat mirip headphone berwana marun di kaitkan dekat dengan sofa dan sebuah jendela kaca tembus pandang sehingga aku bisa melihat rak-rak tinggi. Perawat itu berkata begini sebelum memasang alat itu ke telingaku,

“Kalau dengar suara, cakap oke” katanya berbahasa melayu kental sambil mengacungkan jempol. Aku tersenyum dan mengangguk. Jadilah dia menutup ‘kulkas’ itu dan aku di dalamnya. Tak seberapa lama aku dapat melihat perawat itu lewat jendela, sibuk menyusun kertas-kertas. Ia kemudian melihat kearah ku dan mulai menekan-nekan tombol. Aku merasakan sisi telinga kiri ku berdengung, maka aku mengangguk. Suara-suara itu berbeda, terkadang besar terkadang kecil, aku hanya tidak dapat menangkap satu suara di sisi kiri. Mengapa aku tau jika aku tidak bisa mendengar? Toh perawat tersebut selalu melihat kearahku jika ia menekan tombol lain dan mencatat di kertas mengenai anggukanku. Untuk telinga sisi kanan aku yakin semua dapat kudengar. Proses ini memakan waktu sekitar 10 menit, setelah itu aku keluar dari ruangan dan mendapat tatapan dari semua orang, aku duduk di samping mama yang kemudian menanyakan apa yang terjadi di dalam.

Selang 2-3 pasien aku kembali ke ruangan dokter. Dokter berkata aku infeksi, penyebabnya adalah kemasukan air saat keramas, kini di dalam telinga aku semuanya meradang, berwarna merah. Ia kemudian membasahi semacam kapas yang panjangnya sekitar 4cm dan mama langsung berkata itu untuk dimasukkan ke hidung, nantinya baru dimasukkan selang. Mulutku langsung komat kamit doa, oh tidak. Begitu dokter mendekat ia menyuruhku menghadap samping dan kapas itu ia masukkan ke telinga, perawat disamping kemudian mengisolasikannya. Baru boleh dicabut tiga hari kemudian. Rasanya aneh meski aku sempat menghela nafas lega, tidak ada selang di hidung. Tapi yang membuat tidak nyaman adalah, dari tembok besar sekarang seperti berkembang menjadi sesuatu yang lebih besar lagi di dalam, aku seperti tuli sebelah.

Jadi bagaimana keadaanku sekarang? Separuh ‘penglihatan’ dan reaksi spontan aku berkurang lebih dari setengah, biasanya aku sangat peka dengan suara-suara tertentu (tidak berlaku saat berbicara dengan orang haha), biasanya jika sedang berkomunikasi aku mengatakan dua kali ‘ha?’ maka sekarang aku bisa sampai empat-lima kali ‘ha?’, tentunya itu dimaklumi oleh lawan bicara. Kalau dulu aku dimarahi tuli, sekarang orang-orang bilang, “oh iya lupa, telinganya lagi sakit”. Seketika orang-orang jadi lebih sopan menghadapiku, mirisnya sisi baiknya disitu.

            Keseharianku biasanya tidak jauh-jauh dari mendengar musik, tapi semenjak infeksi ini aku tidak dapat menikmati sebagaimana seharusnya. Telinga kananku bukan penikmat musik, meski aku tetap mendengarkan dengan volume kuat tanpa headset. Hal kecil seperti bernafas pun menjadi sedikit sulit, sebab pendengaranku membuat aku berimajinasi bahwa aku sedang tenggelam atau berada di ruang sempit yang pengap. Hal yang benar-benar kunikmati dengan keadaan seperti ini adalah menonton film dengan plot bagus, keseruan yang dapat membuat semua ini hilang sementara.

            Sepuluh hari mulai dari hari senin lalu aku harus kembali ke JB untuk pengecekan ulang, saat ini telingaku masih disumbat kapas dan berdasarkan instingku masih mengeluarkan cairan. Kuharap semuanya dapat berakhir dan aku janji akan menjaga telingaku, sungguh.

            Btw, aku juga menyelesaikan ‘Five Little Pigs’ dan menurutku BUKU INI HARUS DIBACA! Aku sangat sangat sangat merekomendasikannya, cerdas sekali, aku sempat menepuk tangan, sekali lagi Agatha Christie membangun pemikiran pembaca dari ‘sudah kuduga’ menjadi ‘!?’ di buku ini.

            Akhir kata aku harap kalian menjaga telinga kalian supaya tidak seperti aku, bersihkan seminggu sekali dan kalau bisa cek tiga bulan sekali ke THT. Jika kalian membaca buku ‘Five Little Pigs’, kuharap kalian dapat menceritakan pendapat kalian.


Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini, jangan lupa react, comment dan share! Komentar kalian selalu berarti buatku! See you guys on the next post, CIAO~

(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)

2 comments:

  1. Get well soon fer, btw, from some online article telinga ga usah di koreksi sih

    ReplyDelete