“Cepat tidur!” Pekikku geram melihat gelagat perempuan
yang asyik memainkan ponsel cerdasnya sambil menuangkan air putih ke dalam
gelas. Sudah jam berapa ini? Jam sebelas! Astaga.
“Sebentar lagi ma”, balasnya setengah hati tanpa
melirikku sedikitpun.
“Aku pusing sekali, segera tutup lampu” Ujarku
kemudian menarik selimut tinggi-tinggi. Tidak lama setelah itu, Hui, bungsuku
mematikan lampu dan merebahkan dirinya disampingku. Ya, kami memang seranjang,
kalau tidak salah sejak Hui berumur 4 tahun.
“Selamat malam,” ucapnya dan tak lama setelah itu aku
mendengar suara pintu terbuka pelan. Pastilah itu suamiku. Aku membuka mata
memastikan, dan benar itu memang dirinya.
Semenjak Hui terjangkit sakit campak, kami memutuskan
untuk tinggal sementara di toko. Rumah kami berlokasi di tempat yang kurang
strategis. Tidak ada kios makanan ataupun mini market di sekitarnya. Berbeda
dengan toko kami, berjarak tidak lebih dari 100 meter adalah kampus Hui, 100
meter berikutnya adalah tempat kerjanya. Belum lagi rumah orangtuaku yaitu
dekat pasar yang memang tiap hari pasti dikunjungi kami.
Toko kami terdiri dari 4 lantai, lantai pertama dan
kedua digunakan untuk usaha kami, meubel dan lantai tiga adalah tempat kami
beristirahat di malam hari. Hanya terdapat 2 kamar dan 1 AC di lantai tiga ini,
alhasil kami bertiga harus sharing
kamar (tidak ada yang mau tidur kepanasan bukan?) Toh tidak mengapa, sebab
kamar ini cukup besar.
Malam itu tidak ada komunikasi apapun karena memang
kantuk sudah menyerbu ganas, selang beberapa menit aku sudah terlelap tidur.
CKIIIIKKK BRAK!
Bunyi pintu teralis menganggetkanku, seketika aku sadar,
tidak sempat duduk malah langsung loncat berdiri dan berseru panik.
“Pa! Bangun pa! Ada yang mendobrak pintu ruko!”
Belum sempat kami melanjutkan aksi lain, lubang pintu
kamar kami yang tadinya tampak sedikit cahaya sudah tertutup penuh. Bayangan
orang-orang diluar menutupinya. Melihat hal tersebut aku yakin pastilah
kumpulan perampok ini sangat banyak jumlahnya.
Suamiku mencari sesuatu yang bisa dijadikan senjata,
namun kosong. Maka ia menapakkan kaki keluar kamar dan langsung dicekat. Pintu
tidak terbuka, aku membuka jendela dan mendapati pemandangan aneh.
Sebuah truk pengangkut barang terparkir manis di depan
toko kami dengan lemari-lemari serta meubel lainnya di atas truk. Perampok ini
pastilah cerdas! Dengan begitu orang-orang yang lewat tidak akan tahu bahwa
terjadi perampokan, hanya stok barang yang datang. Samar-samar di kejauhan aku
melihat sepasang suami istri. Tanpa pikir panjang aku berteriak sekeras
mungkin,
“Tolong! Perampokan! Tolong! Telepon Polisi!” Pekikku
memakai Bahasa ibu (Tiong Hoa).
Tidak ada jawaban, hanya tiba-tiba aku mendengar suamiku
meneriakkan namaku. Jantungku berdegup amat kencang melihat segerombolan lelaki
dan seorang ibu-ibu mengerumuninya. Darah merembes dari telinga suamiku, tidak
terpotong hanya digores saja. Di tangan perampok itu tergenggam satu pack uang.
Pastilah uang yang berhasil diamankan dari suamiku.
“Pak, tolong lepaskan kami! Kami bukan tauke, kami
hanya kuli yang disuruh menjaga tempat. Bapak sendiri lihatlah tangan suami
saya, kasar seperti tangan bapak! Mana mungkin kami ini tauke” ucapku lirih dan
tidak mendapat jawaban apapun.
“Aku hanya memiliki tiga cincin emas! Ambil saja bu”
Ucapku dan melepaskan cincin-cincin itu. Ah, sebenarnya aku ingin
menyembunyikan satu diantaranya. Selepas itu entah apa yang merasukiku, aku
memohon lagi.
“Bu, saya boleh minta tolong tidak? Cincin saya boleh
jual kembali ke saya? Cincin pernikahan saya, sudah belasan tahun saya
memakainya bu. Tapi bu, jangan dihitung harga pasaran, harga gram di toko. Rp
500.000 saya beli bu, boleh?” Ibu perampok melihatku sekilas dan kemudian berunding
dengan perampok lainnya, awalnya mereka bersikukuh mengucapkan Rp 900.000 tapi
pada akhirnya diperbolehkan juga.
Dengan girang, aku berlari memasuki kamar. Kulihat Hui
terlelap tanpa mengetahui perkara apa yang terjadi. Maka aku mengambil dompetku
dan sungguh amat gawat. Uang di dompetku melebihi Rp 500.000, maka aku
mengambil pas sejumlah Rp 500.000 dan sisanya kulempar sembarangan ke dalam
lemari. Transaksi kami berjalan lancar.
-o0o-
Wohooo, sebenarnya mimpi ini dimimpikan di hari minggu (25/03/2018) dan mama ku menceritakannya sejak pagi-pagi sekali. Karena cukup menarik (menurutku sih super menarik) maka aku memasukkannya kedalam salah satu seri petualangan absurd! Bagaimana menurut kalian? Jangan lupa komen di bawah ya!
Anyhow, aku berencana untuk memasukkan kategori baru dalam blog ini. Aku akan memberikan review mengenai novel-novel yang sudah kubaca! Yah dalam waktu dekat ini mudah-mudahan akan aku publish, kalian boleh pantau terus setiap malam minggu ya! :)
Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~
Anyhow, aku berencana untuk memasukkan kategori baru dalam blog ini. Aku akan memberikan review mengenai novel-novel yang sudah kubaca! Yah dalam waktu dekat ini mudah-mudahan akan aku publish, kalian boleh pantau terus setiap malam minggu ya! :)
Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini :) jangan lupa react, comment dan share! See you guys on the next post, CIAO~
(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)
Habis itu sudah ending ya, wah , kaget banget itu mimpinya, kasihan
ReplyDeleteKok gua ngakak 😂😂
ReplyDelete