Sewaktu ini aku dan kawan-kawan sedang makan siang di sebuah kamar. Biasalah orangnya, ada Kaka, Yul dan Tita. Saat itu aku sudah selesai dengan makan siangku, teman-teman yang lain masih sibuk mengunyah sedangkan aku sudah membuang piring plastik bekas dan membuka laptop, mengerjakan ujian praktek. Ujiannya adalah menyelesaikan sebuah permainan. Karakter-karakter di game ini aneh dan jelek, mainchar (karakter utama) kita adalah sebuah laki-laki berambut merah, mana berbasis 3D dan seperti tekstur tanah liat.
Alur permainan juga tidak jelas, ceritanya aku adalah
detektif di sebuah kota kecil, dan suatu hari ada kasus aneh, satu keluarga
yang terkaya tiba-tiba hilang, tinggal kepala pelayan saja yang kemudian
menyuruh aku untuk menyelidiki kasus tersebut. Aku fokus melihat kedepan layar
ketika tiba-tiba guru pengawas memanggil aku keruangannya. Saat aku masuk
ruangan, aku langsung menyalami guru tersebut, pertanyaannya adalah bagaimana
dengan perkembangan ujian praktekku. Setelah itu semuanya tiba-tiba menjadi
putih dan aku sudah keluar dari ruangan.
Ketika kembali ke layar laptopku, karakter detektifku
sedang berada di gang-gang kecil dan kedua tangan tanah liatnya putus. Aku
terheran-heran dan bertanya dengan teman-teman lain apakah mereka mengalami hal
yang sama, mereka hanya menggeleng-geleng. Seketika aku langsung mencoba untuk
mengingat-ngingat pembicaraan dengan guru pengawas, aku bingung, tidak ingat
sama sekali. Setahuku teman-teman lain juga dipanggil sebelum makan siang. Aku
bertanya apakah mereka ingat dan ternyata sama sepertiku, mereka tidak ingat.
Aneh sekali. Ujian praktek ini dapat dilanjutkan lain hari, maka siang ini aku
dan mama akan pergi ke Batam liburan.
Sesampainya di Batam, kami tidak kemana-mana hanya di
rumah tante saja. Menjelang malam hari, aku ingin mencuci muka dan gosok gigi,
siap-siap tidur. Saat menuruni tangga-tangga aku melihat sepupu-sepupuku
berlarian kemudian masuk ke kamar masing-masing. Tidak begitu mempedulikan
mereka, aku fokus menuruni tangga kemudian berhenti. Mengucek mata, memastikan
pemandangan di hadapan ku. Ini bukan rumah tante ku.
Tangga terbagi menjadi dua arah, aku berada di tengah.
pemandangan di kedua sisi sama, hanya saja jika turun ke bagian sebelah kiri,
di ujung ruangan terdapat sebuah tangga untuk naik lagi, yang dapat kulihat bercahaya
hijau terang. Sedangkan sebelah kanan hanyalah ruang tamu besar, lengkap dengan
tiang-tiang emas besar, ada patung-patung naga juga di samping televisi dan
juga guci-guci antik berwarna coklat. Penasaran dengan cahaya hijau, aku
memilih jalan kiri dan menaiki tangga. Sesampainya di atas, aku disuguhi
pemandangan sama persis seperti lantai bawah, lantai sebelumnya. Lagi-lagi dua
tangga untuk turun, sebelah kiri lagi-lagi ada tangga menuju atas, kali ini berwarna
merah dan kanan buntu. Aku sudah mulai mengantuk padahal. Ku turuni tangga
sebelah kanan dan ingin kembali ke tangga sebelumnya yang ternyata sudah
lenyap. Tidak ada lagi tangga untuk naik. Aku sempat panik dan berkeliling di
ruang tamu besar itu. Tiba-tiba plafon bergetar hebat, pelan-pelan runtuh.
Untung bagian yang runtuh hanya setengah saja, jadi aku bisa menghindari
tertimpa.
Kalian tau, yang jatuh bukan plafon melainkan sebuah
ruangan dengan gaya desain sama hanya lebih kecil dari sebelumnya, kali itu ada
sebuah tangga untuk naik. Di sana sudah ada mama yang sudah berkacak pinggang,
“Tidur! Sudah malam”.
Begitu aku naik tangga, tatanan ruangan berubah
menjadi tempat yang seram. Cat dinding terkelupas sana sini, mana keramik
lantai juga pecah belah. Di situ hanya ada sebuah sofa abu dan kursi tamu kayu
dengan dudukan berwarna merah marun di sampingnya. Tangga-tangga menghilang
lagi bergantikan dengan pintu yang dimasuki oleh sejumlah orang. Dua orang
wanita raksasa berjalan masuk, keduanya gemuk dan berparas cantik. Mereka
diikuti oleh anak-anak kecil berpakaian baju balerina.
Raksasa pertama yang tampak lebih berusia adalah ibu
dari rakasasa kedua. Sang ibu mengenakan gaun hitam selutut dan duduk manis di
sofa, rambutnya berwarna abu, hitam dan ungu, panjang sekali dan dibuat
bergelombang. Anaknya mengenakan gaun putih, rambutnya lebih heboh lagi,
ikalannya lebih banyak dan berwarna-warni, pink, biru, kuning, ungu, coklat. Ia
duduk di sebelah ibunya. Sementara anak-anak yang lain ber'diri tepat di hadapan
mereka dengan.
“Kau, ikut menari untukku!”
Sahut ibu raksasa sambil menunjukku. Aku tidak
menjawab malah lari lewat jendela (padahal jendela dan pintu itu bersebelahan).
Melewati tangga-tangga batu dan rawa hijau, disitu ada sebuah helm yang
kemudian kusambar dan kupakaikan di kepalaku. Kulihat mereka tidak mengejar,
malah suara musik meledak dan aku mulai memperlambat larianku.
-o0o-
Thank you so much sudah luangin waktu untuk membaca konten ini, jangan lupa react, comment dan share! Komentar kalian selalu berarti buatku! See you guys on the next post, CIAO~
(P.S: Update setiap malam minggu, untuk info postingan bisa di cek di story ig ku @fergiana.s)
endingnya gimana? dibangunin?
ReplyDelete