Mengenang Lembaran Lama
Kali
ini aku akan bercerita tentang masa kecilku. Mengenai waktu tepat, aku tidak
terlalu mengingatnya, yang pasti hari itu cuaca tidak begitu buruk, matahari
masih sama, setia menyinari gedung-gedung tinggi di sekitar. Kami baru selesai
jalan-jalan dan hendak pulang beristirahat. Aku jalan paling depan, menaiki
anak tangga satu persatu, kukira aku masih mengingat tepat tempat kami bermalam
sebelumnya. Tiga kali tikungan, pintu yang berbeda. Loh? Aku menghadap
belakang, tidak ada siapa-siapa di sana, tidak ada suara mama, tante ataupun
pamanku terdengar, hanya suara tapak kaki ku sendiri di lorong sunyi itu.
Selang beberapa menit, aku mencium aroma air yang pekat, pandanganku buram dan tenggorkanku
tercekat. Keadaan tersebut tampaknya menganggu tetangga, seorang anak laki-laki
yang lebih kecil dariku menatapku bingung, lewat sela-sela pintu, disusuli
dengan seseorang yang lebih berumur, sepertinya papanya. Mereka sepertinya
berbicara sesuatu yang tidak dapat kudengar (kurasa aku lebih fokus dengan
suara tangisku).
Dari
belakang aku merasakan sebuah hawa panas, sosok yang tinggi dan besar.
Buru-buru ia minta maaf dan kemudian menggenggam tanganku berjalan entah
kemana. Pikiranku kosong, berusaha mengatur nafas dan mengeringkan pipiku dengan
satu tangan. Yang terdengar hanya detak jantungku sendiri, yang terlihat hanya pemandangan
sendal gunung yang buram.
“Aku
menemukannya menangis di lantai atas.”
“Kok
bisa?”
Tenggorokanku
kembali tercekat, tanteku kemudian menggendongku ke samping jendela, melihat
kereta yang melaju di sana. Angin yang berhembus perlahan membuat nafasku lebih
stabil.
-
“Saat
kehilangan kita akan membuka lembar lama,
Menelusuri
jalan-jalan takdir yang tak terhindar.”
11/03/2021
Waktu itu aku berumur 4 tahun, sedang jalan-jalan ke Singapura, kurasa aku memang ketakutan setengah mati sampai-sampai mengingat detail yang menurutku mengerikan. Yang menemukanku adalah pamanku yang baik, aku tidak sempat mengucapkan terima kasih, kurasa sejak kecil aku memang jarang bicara, sama halnya dengan beliau. Ternyata pengalaman yang mengerikan itu bisa menghangatkan dada sekarang, hari ini lewat doa dan tulisan aku ucapkan, “Kamsia tio.” Terima kasih atas segala jasa dan kenangan manis ini.
Mengenang 洪进国, Bapak, Mertua, Paman & Kakek kami
yang Tercinta
Kamis, 11 Maret 2021.
-o0o-